SERANG – Kesejahteraan guru madrasah non pegawai negeri sipil (PNS) atau honorer di Provinsi Banten dinilai masih sangat kurang. Hal itu dilihat dari honor mengajar setiap bulan yang diterima oleh para ‘pahlawan tanda jasa’ tersebut masih sangat minim. Bahkan, masih lebih besar buruh kasar dibandingkan mereka yang bertugas menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berakhlak dan memiliki daya saing.
Ketua Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Provinsi Banten Masyudi menjelaskan, dari data yang dimiliki organisasinya, ada 49 ribu guru madrasah honorer di Provinsi Banten yang memerlukan perhatian serius. Guru yang belum tersertifikasi ini setiap bulannya hanya menerima honor sebesar Rp400 ribu. “Mereka harus sejahtera,” ujar Masyudi kepada awak media setelah Peringatan 10 Tahun PGMI tingkat Provinsi Banten di Alun-alun Kota Serang, Kamis (27/4).
Dari 49 ribu guru honorer yang belum tersertifikasi tersebut, 29 ribu diantaranya guru yang mengajar di tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga Madrasah Aliyah (MA). Sedangkan 20 ribu lainnya mengajar di Madrasah Diniyah (MD).
“Misi kita meningkatkan kualitas kompetensi guru madrasah dengan keunggulan-keunggulan dan karakter madrasah, namun yang krusial adalah bagaimana mereka harus sejahtera. Kami bukan minta apa-apa, kami ingin menerima hak yang sama, kesejahteraan,” ungkap Masyudi.
Karena itu, Masyudi berharap adanya perhatian pemerintah atas apa yang dialami oleh para guru honorer madrasah di Banten tersebut.
Sementara itu di tempat yang sama, Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten Bazari Syam, mengakui minimnya anggaran dari pemerintah untuk madrasah di Provinsi Banten termasuk soal kesejahteraan para guru honorernya. Namun menurutnya, yang terpenting bukan persoalan besaran honor para guru melainkan nilai keikhlasan yang tertanam dalam semangat mengajar itu.
“Dari dulu madrasah seperti itu, para pendiri madrasah bahkan mereka tidak digaji, namun mereka ikhlas mengajar. Hasilnya, lahir orang-orang hebat pemimpin bangsa. “Kita khawatir, justru ruh keikhlasan ini tidak tertanam, memang banyak yang tidak sejahtera. Tapi jangan lupa, guru madrasah PNS banyak sejahtera loh, gajinya juga jelas, tunjangan sertifikasinya jelas. Justru saya khawatir tingkat kesejahteraan tinggi tidak diimbangi dengan tingkat keikhlasan. Berbahaya, mereka mengajar tidak ikhlas lalu lahir generasi yang tidak jelas, tidak memiliki pengetahuan agama yang kuat,” papar Bazari.
Bazari menilai, saat ini madrasah menjadi tempat penitipan anak-anak yang memiliki ekonomi menengah ke atas. Itu menunjukan pandangan masyarakat terhadap madrasah sudah lebih maju. “Saat ini yang paling kita khawatirkan, budaya madrasah yang sesungguhnya hilang, karena sekarang madrasah sudah memakai IT (teknologi informasi), karena itu kita buat program budaya literasi Al-Quran,” katanya. (Bayu Mulyana/coffeandchococake@gmail.com)