KISAH kali menceritakan tentang rumah tangga Robet (27), nama samaran, yang diterpa badai amarah berlebihan. Ibarat kapal yang sebentar lagi karam, bahtera rumah tangga yang dibangun bersama sang istri, sebut saja Konah (25), mendekati fase kehancuran. Tak kuat menahan impitan ekonomi lantaran gaji suami sangat kecil, keduanya tak mampu menahan emosi, jadilah mereka bertengkar setiap hari. Haduh, lagi-lagi faktor ekonomi.
Sabar-sabar!
Robet yang kala itu bekerja sebagai guru honorer sekolah dasar di kampung, merasa tak bisa berbuat banyak ketika Konah meminta uang lebih. Apa mau dikata, jangankan memberi untuk belanja sana sini untuk makan sehari-hari saja masih wanti-wanti. Meski demikian, Robet tidak mau kalah dengan keadaan. Pekerjaan apa pun akan ia lakukan, asalkan sang istri senang dan bahagia. Tapi, bukannya memberi semangat agar Robet giat bekerja, Konah justru terus marah-marah, membuat Robet semakin gerah.
“Saya merasa enggak dihargai, sudah capek kerja, pulang malah dapet omelan,” keluh Robet. Sabar Kang!
“Saya orang yang enggak bisa sabar. Ibarat kata jagoan betawi, dia jual, gue beli!” Wuih galak amat sih Kang.
Sedari muda, Robet memang terkenal galak. Bahkan, dari sekian banyak pemuda kampung, semua tunduk kepada Robet. Postur tubuh nan tinggi lengkap dengan paras wajah garang, membuat Robet terlihat menyeramkan. Ditambah lagi, Robet termasuk orang yang tidak kenal takut, siapa pun akan dia lawan, asalkan demi kebenaran. Cie… kayak si Pitung dong Kang.
Sewaktu SMA, Robet sempat mengenyam pendidikan di Jakarta, kalau tidak salah semacam pendidikan guru sekolah dasar. Sebelum akhirnya sang ayah tak kuat menanggung biaya hidup dan pindah ke Serang, jadilah Robet besar di Tanah Jawara. Merasa sudah punya bekal kehidupan keras di ibukota, ia beberapa kali beradu kekuatan alias ribut dengan teman seusianya. Pokoknya, Robet muda adalah anak yang nakal dan suka berkelahi.
Lain Robet, lain pula dengan Konah. Wanita bertubuh tinggi dengan rambut bergelombang itu terlahir dari keluarga berada. Sejak kecil terbiasa dengan hidup serba kecukupan. Wajarlah, ayahnya pengusaha kaya. Kalau mau apa-apa, tinggal bilang. Pantas saja ketika hidup susah dengan Robet, bawelnya minta ampun. Lagian kok bisa sih nikah sama Teh Konah, Kang?
“Dia itu manis. Meski sedikit bawel, tapi kalau lagi berdua, dia orangnya lembut,” ungkap Robet. Kalau lagi di ranjang, bagai mana, Kang?
“Wah, itu sih jangan ditanya, tokcerlah. Haha,” guyon Robet.
Seperti diceritakan Robet, ia dan Konah dipertemukan oleh kedua orangtua masing-masing. Ayah Robet dahulu sempat menjadi rekan ayah Konah. Lantaran merasa cocok untuk jadi besan, mereka pun menikahkan Robet dan Konah. Awalnya sih Konah sempat menolak lantaran perangai Robet yang dicap kurang baik di mata masyarakat. Namun, setelah Robet berjanji akan mengubah sikap, Konah pun luluh dan bersedia menjadi istri Robet.
Di awal masa pernikahan, Robet membuktikan ucapannya. Meski terkadang sikap kerasnya kerap muncul, perlahan-lahan ia mulai bisa mengendalikan emosi. Setiap ada keributan kecil, Robet selalu bisa berusaha bersuara lebih rendah dan terdengar menenteramkan. Pokoknya, Robet 100 persen tobat!
Saat itu Robet sudah mengajar sebagai guru SD. Dengan posisi yang masih honorer, ia kerap kali harus memutar otak untuk mencukupi biaya hidupnya. Saat itu sih Konah tidak terlalu mempermasalahkan keuangan. Ya, maklumlah namanya juga pengantin baru, masih bahagia-bahagianya berumah tangga.
“Ya, pokoknya awal-awal mah saya sama dia enggak ada masalah, semuanya baik-baik saja!” aku Robet.
Dengan bantuan keluarga Konah yang terkadang memberi uang tambahan, hidup mereka tidak terlalu kesulitan. Ditambah lagi, Konah melahirkan anak pertama, membuat mereka semakin harmonis. Pokoknya, rumah tangga Robet diselimuti kebahagiaan. Kehidupan dengan masyarakat pun cukup terbilang tenteram. Ya, maklum saja Konah orangnya suka ngerumpi, jadi, sama ibu-ibu kampung pasti akurlah dia.
Di tahun ketiga perjalanan rumah tangga, dengan bertambahnya biaya hidup, Konah mulai sedikit-sedikit menagih uang lebih kepada Robet. Di sisi lain, gajinya yang
masih sebagai guru honorer, terkadang hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Itu pun belum dipotong uang rokok. Ya, sebagai lelaki berwajah sangar, Robet memang perokok berat. Lantaran tidak bisa memenuhi permintaan Konah, jadilah istrinya ngedumel setiap hari. Kini Robet baru sadar, Konah yang
awalnya lembut, ternyata bagai serigala di bulan purnama. Kalau sudah melolong, suaranya memekikkan telinga. Robet
sebenarnya lelaki pekerja keras. Terbukti, tak tahan dengan ocehan sang istri yang terus menuntut hidup sejahtera, di sela-sela waktu mengajar, Robet sempat nyambi sebagai tukang oje,. Subhanallah, Kang Robet hebat!
“Ya, lumayanlah buat nambah penghasilan!” Curhatnya.
Namun, apa mau dikata, bukannya men-dapat sambutan baik dari Konah, Robet justru dicaci maki. Loh kok begitu, Kang?
“Ya, katanya dia malu punya suami tukang ojek, saya malah disuruh cari kerjaan lain yang lebih bagus!” tukasnya.
Wah itu sih keterlaluan namanya. Tak terima dengan sambutan Konah, Robet pun geram, jadilah perang dunia kedua. Keributan mereka sampai mengundang perhatian tetangga, orang-orang pun sibuk memperhatikan adu mulut
antara Robet dan Konah. Akhirnya, merasa sudah tidak bisa diperbaiki, mereka pun bercerai. Robet hidup bersama anaknya lantaran Konah pergi entah ke mana. Duh sabar ya, Kang!
Habis gelap terbitlah terang. Setahun hidup menduda, akhirnya kebahagiaan datang juga. Robet menikah lagi dengan gadis tetangga kampung, ia memulai kehidupan baru. Dan sampai kini, dengan kehadiran anak-anak dari istri barunya, Robet hidup sejahtera dengan perekonomian yang baik lantaran statusnya yang sudah diangkat menjadi PNS.
Ciye… selamat ya Kang Robet. Semoga tetap sakinah, mawadah, warahmah! Amin. (daru-zetizen/zee/dwi)