Bagi kaum wanita, ikatan batin dengan orangtua adalah hal sakral. Itu pula yang kerap menyebabkan para wanita terbawa perasaan atau baper kala terkenang orangtua yang telah meninggal. Pada kasus perceraian Intan (30) dan Hikmat (34), nama samaran, kenangan orangtua telah menyelamatkan rumah tangga mereka. Usai ingat akan pesan-pesan terakhir, Intan pun menarik gugatan cerai terhadap Hikmat.
Isak tangis Intan menyelimuti proses pencabutan gugatan cerai di Pengadilan Agama. Sementara Hikmat tersenyum kecil, rasa bahagia bahwa rumah tangganya terselamatkan tidak bisa ia sembunyikan. “Saya sedang wara-wiri nih, itu suami sedang duduk disana,” kata Intan seraya menunjuk ke arah Hikmat.
Saat itu Intan terlihat sibuk sementara Hikmat sesekali membantunya. Seperti ketika perlu fotokopi dokumen, Hikmat bergegas keluar Pengadilan Agama untuk pergi ke warung fotokopi. “Kalau mau ngobrol, ya ke suami saja,” jelas Intan dengan nada sibuk.
Hikmat yang sedang on the mood, langsung membuka diri. Tidak ragu ia mengatakan jika rumah tangganya memang hampir tercerai-berai. Untung ada orang yang mengingatkan Intan tentang amanat almarhum yang pernah diberikan. Intan pun jadi teringat kembali akan janjinya sebelum almarhum meninggal dunia. “Almarhum itu pernah beri amanat agar kami jangan sampai bercerai. Ketika itu Intan memberikan janji untuk memenuhi amanat almarhum. Nah kemarin-kemarin Intan lupa akan amanat dan janji itu. Kemudian ada yang mengingatkan, itu bibinya, adik kandung almarhum,” katanya.
Persoalan rumah tangga yang terjadi antara Hikmat dan Intan sendiri, tidak lain karena persoalan prinsip. Pola hidup Hikmat yang terlalu bebas kerap membuat Intan meradang. “Saya ini kan sedang main gaple dengan teman-teman. Kadang kala karena dingin, kami beli minuman alkohol dan cemilan seperti kacang. Pulang kan mulut bau tuh, marah lah Intan kepada saya,” ujarnya.
Ini hanya salah satu sifat Hikmat yang sering memicu emosi Intan. Ada serangkaian kebiasaan Hikmat yang sulit ditolelir Intan. “Kadang saya juga senang masuk tempat pijat. Ada yang esek-eseknya juga. Nah, ada saja yang laporan ke Intan bahwa saya pernah masuk ke tempat pijat anu. Lalu dia marah lagi, kaya-kaya gitu lah,” katanya.
Setiap kali marah, Hikmat biasanya memilih pergi. Tidak jarang ia menginap di rumah teman sampai akhirnya Intan menjemputnya kembali ke rumah. “Rumah yang sekarang kami tinggali ini milik orangtua Intan. Meskipun mertua dua-duanya telah almarhum, saya tetap merasa numpang hidup. Karena itulah saya suka malas pulang kalau sedang bertengkar, habis malu, yang punya rumah sedang benci kepada saya,” ujarnya.
Sampai suatu ketika, Hikmat tidak memilih pergi. Ia meladeni amarah Intan sehingga terjadilah pertengkaran. Adu mulut antara Hikmat dan Intan terjadi begitu hebat. Hingga akhirnya muncul kalimat dari mulut Intan yang sangat menyakitkan. “Intan waktu itu usir saya dari rumah. Dia bilang rumah ini jadi pengap karena saya. Ya, namanya juga laki-laki, dibilang begitu saya anggap sebagai kalimat mengusir. Pergilah saya,” katanya.
Kali ini Hikmat pergi dengan membawa seluruh pakaian. Ia pulang ke rumah orangtua kemudian menetap di sebuah rumah kontrakan tidak jauh dari tempat kerjanya. Sebulan pisah rumah, Intan datang ke Pengadilan Agama guna mendaftar gugatan cerai. Ini diketahui Hikmat ketika dirinya menerima surat panggilan Pengadilan Agama. “Saya dapat telepon dari orangtua, katanya saya dipanggil Pengadilan Agama untuk sidang mediasi. Wah, saya kan kaget juga, ternyata Intan serius ingin pisah dengan saya,” ujarnya.
Mereka sempat mengikuti sidang pertama. Di sana Intan mengutarkan unek-uneknya tentang Hikmat. Di depan Hakim, ia mengakui tudingan-tudingan Intan. “Kecuali tentang tukang pijat esek-esek. Saya tidak akui itu,” katanya.
Namun di tengah kalutnya proses perceraian, bibi Intan berkunjung ke rumah. Ia mengingatkan tentang amanat ibu Intan untuk menjaga rumah tangga tetap utuh. Menurut si bibi, menjaga amanat itu bukan hal mudah, namun sebuah amanat harus tetap dijaga meskipun sulit. Jelas aja ini membuat hati Intan luluh, terlebih ia sangat menyayangi almarhumah ibunya. “Setelah diingatkan, bibi telepon saya juga agar datang ke rumah. Dia kemudian mendamaikan kami, lalu kami berdamai,” ujarnya.
Hikmat juga diminta untuk mengubah kebiasaan hidupnya. Tuntutan ini dipenuhi oleh Hikmat. “Saya mau kok mengubah kebiasaan saya. Jika itu bisa menyelamatkan rumah tangga kami,” jelasnya. (Sigit/Radar Banten)