Penyelesaian perceraian membutuhkan itikad baik dari pasangan yang tengah bercerai, maupun keluarga besar kedua belah pihak. Tanpa itu, jelas urusan perceraian akan berlangsung seolah-olah tanpa henti.
Seperti pada kasus perceraian Hendra (42) dan Siti (40), keduanya nama samaran. Konflik perceraian mereka di Pengadilan Agama Serang tetap berlangsung meskipun telah resmi bercerai. “Sampai sekarang saya masih dipusingkan dengan urusan ini. Padahal kami sudah resmi bercerai, tapi persoalan yang ada masih belum terselesaikan,” kata Hendra.
Persoalan yang dimaksud adalah munculnya tuntutan harta gono-gini usai proses perceraian secara tiba-tiba. Padahal, warga Komplek Citra Gading, Kelurahan Karundang, Kecamatan Cipocokjaya, Serang, ini, mengatakan, jika tuntutan harta gono-gini tidak muncul ketika proses perceraian berlangsung. “Saat proses perceraian berlangsung, Siti tidak menuntut harta gono-gini. Tapi setelah bercerai, ada gugatan susulan. Itu pun Siti tidak pernah muncul, melainkan kuasa hukumnya,” ujar Hendra.
Tuntutan harta gono-gini pun terpicu kala Hendra mempertanyakan sertifikat rumah yang dibawa Siti ketika keluar dari rumah. Bukannya mengembalikan apa yang menjadi milik Hendra, sertifikat yang saat ini kabarnya di tangan adik kandung Siti malah disembunyikan. “Setelah urusan perceraian selesai, saya minta sertifikat dikembalikan. Eh adik kandung Siti bilang jika sertifikat itu belum bisa dikembalikan karena masih ada urusan gono-gini. Saya bilang gono-gini apa, kan Siti tidak tuntut harta kepada saya,” jelas Hendra.
Semua ini bermula dari perpecahan rumah tangga antara Hendra dan Siti. Terjadi pertengkaran besar pada September 2015, adu mulut yang berakhir tragis. Pertengkaran berlangsung di depan kedua anak dan ibu mertua. Kebetulan sang ibu ikut bersama Siti tinggal di rumah Hendra.
Di tengah-tengah pertengkaran, Siti dibawa paksa Hendra ke dalam kamar dengan cara badan sang mantan istri diangkat. Sayangnya, terjadi perlawanan dari Siti dibantu ibu mertua. “Siti saya bawa ke dalam kamar, saya tidak ingin bertengkar di depan anak-anak. Tapi dia meronta, lalu ibu mertua saya menarik dari belakang. Karena mengamuk, Siti jatuh dengan lutut terlebih dahulu mendarat di lantai. Itu membuat lututnya memar,” katanya.
Persoalan ini menjadi bertambah panjang ketika Siti melaporkan Hendra ke Unit Pelayanan Perempuan dan anak (PPA) Polres Serang atas tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Langkah Siti membuat Hendra dan keluarga besarnya sangat kecewa, sehingga munculah ikrar talak tiga oleh Hendra. “Siti meminta cerai, karena itu saya talak tiga,” ujarnya.
Hendra kemudian meminta Siti dan ibu mertua angkat kaki. Mereka kemudian pergi dari rumah tersebut dua hari kemudian. “Saat pergi, dia bawa juga sertifikat rumah. Sudah saya tanyakan, dia bilang ambil saja di pengacara dia,” tutur Hendra.
Siti memang menyewa empat pengacara guna melayangkan gugatan cerai. Proses perceraian mereka selesai pada 14 Februari lalu. “Saat bercerai, ia menuntut hak asuh anak dan biaya untuk menghidupi anak. Pihak pengadilan hanya mengabulkan hak asuh anak, karena usia mereka belum dewasa,” katanya.
Hendra mengira persoalannya dengan Siti berakhir, namun nyatanya tidak. Ketika ia menanyakan sertifikat rumah ke pengacara Siti, sang pengacara mengatakan jika sertifikat itu dipegang adik kandung Siti. Namun sang adik Siti enggan memberikan sertifikat itu dengan alasan ada persoalan harta gono-gini. “Saya tegaskan, tidak ada itu tuntutan gono-gini. Makanya saya sempat laporkan dia ke Polres Serang, namun polisi angkat tangan dengan alasan gono-gini bukan urusan polisi,” tuturnya.
Hal ini berlanjut dengan munculnya gugatan harga gono-gini melalui pengacara Siti, Maret lalu. Ketika persidangan berlangsung, Siti tidak pernah muncul. Hendra pun menuntut agar persidangan tidak dilakukan sebelum Siti memperlihatkan diri. Namun hingga tiga kali dipanggil oleh Pengadilan Agama Serang, Siti tetap tidak muncul.
Hendra yang kemudian menyewa jasa pengacara, mendapatkan informasi jika gugatan harta gono-gini batal demi hukum. Namun pengacara Siti berhasil meyakinkan hakim Pengadilan Agama Serang untuk memberikan kesempatan sekali lagi agar Siti muncul. “Akhirnya Pengadilan Agama memberikan waktu pada 20 Juli untuk sidang terakhir. Padahal seharusnya kasus gono-gini ini sudah selesai. Capek saya ini,” kesal Hendra.
Hal yang paling menyesakkan hati, Siti seperti berupaya menghalangi Hendra untuk bertemu dengan kedua anaknya. Bahkan Siti bersama ibu kandung dan anak-anaknya kini menjauh dan tinggal di Surabaya. “Padahal kalau bercerai, ya cerai saja. Tapi jangan pisahkan anak-anak dari bapaknya dong. Makanya akan saya cari anak-anak saya sampai ketemu,” katanya. (Sigit/Radar Banten)