SERANG – Banten termasuk kawasan yang aman dari konflik yang dilatarbelakangi oleh masalah agama. Konflik di Tanah Jawara ini kerap terjadi karena masalah non agama seperti masalah sosial dan ekonomi.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten Ahmad Bazari Syam mengatakan, Banten merupakan daerah yang memiliki ciri khas, yakni memiliki tokoh-tokoh yang memberikan contoh kehidupan kerukunan antar umat beragama, termasuk pada saat era kesultanan Banten. “Tidak pernah ada gesekan-gesekan yang kaitannya dengan kerukunan di bumi Banten. Kalau pun ada, itu bermula dari persoalan non agama,” ujar Bazari saat membuka dialog lintas agama dengan berbagai kalangan masyarakat dan profesi di Ballroom Hotel Le Dian, Kota Serang, Selasa (21/2).
Ia menjelaskan, ada delapan faktor pemicu yang mengancam disharmoni atau kerukunan umat beragama. Pertama, pendirian tempat ibadah yang tidak memerhatikan lingkungan sekitar. “Pendirian tempat ibadah agar memerhatikan lingkungan sehingga tidak membuat disharmoni,” katanya. “Kedua terkait dengan penyiaran agama, baik melalui lisan dan media cetak. Ini dapat menimbulkan kerawanan juga,” sambung Bazari.
Ketiga, terkait bantuan luar negeri. Bantuan ini kadang menjadi sebuah persoalan karena persoalan uang lebih cepat mengganggu. Bukan hanya disharmoni antar agama, malah bisa jadi disharmoni di intern agama itu sendiri. Keempat, perkawinan beda agama. Kendati berawal dari konflik individu dan keluarga, namun konflik membesar menjadi konflik agama. “Kami yakinkan bahwa pernikahan harus tercatat di KUA (Kantor Urusan Agama-red),” katanya.
Kelima, terkait dengan perayaan hari besar keagamaan, pada dasarnya, seluruh umat beragama berhak merayakan hari keagamaan. Namun, apabila tidak memerhatikan tempat dan lingkungan akan menjadi persoalan keagamaan. Keenam, terkait dengan penodaan agama, kadang-kadang baik disadari atau tidak ini juga menimbulkan gesekan. “Kami meminta para tokoh agama untuk mengajak, menyampaikan syiar atau dakwah dengan ketenangan,” katanya.
Ketujuh, kata Bazari, terkait dengan kegiatan aliran sempalan, karena kegiatan ini biasanya mendapatkan pertentangan antar internal agama, tetapi bisa juga berdampak konflik eksternal. Kedelapan, aspek non agama yang meliputi ekonomi, sosial, pendidikan, dan ketidakadilan. “Ini harus menjadi perhatian kita, karena era semakin maju. Sehingga, ke depan tidak terjadi persoalan-persoalan tersebut,” katanya.
Untuk meminimalkan disharmoni, kata Bazari, pihaknya terus melakukan upaya-upaya seperti dialog dengan tokoh lintas agama, mengefektifkan forum-forum pemuda lintas agama, termasuk forum perempuan umat. “Agar Banten lebih baik, maju, dan hebat maka kuncinya menjaga kerukunan di Provinsi Banten ini,” katanya.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kerukunan Umat Beragama Kemenag Provinsi Banten Damanhuri mengatakan, dialog keagamaan dilaksanakan selama dua hari hingga hari ini dan akan diisi dengan beberapa penyampaian materi dari pemuka agama, di antaranya membahas toleransi dan kerja sama antar umat beragama. “Bukan hanya soal pembuatan rumah ibadah, tetapi lebih luas dari itu,” katanya.
Selain itu, kata dia, terkait kebijakan penyampaian soal kerukunan umat beragama yang paling penting membangun kebersamaan dan kerukunan antar umat beragama dalam mempertahankan kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Fauzan Dardiri/Radar Banten)