JAKARTA – Selain presidential dan parliamentary threshold, ada sejumlah wacana yang akan menjadi poin hangat dalam pembahasan RUU Pemilu. Pertama, wacana penggunaan e-voting.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan, e-voting menarik untuk diterapkan. Sebab, hal itu bisa menjamin minimalisasi kecurangan pemilu, mempersingkat konstrain waktu pada setiap tahapan pemilihan, penghitungan dan rekapitulasi, serta memperkecil biaya pemilu.
“Persoalannya tinggal di kesiapan penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, apakah siap menyelenggarakan pemilu 2019 dengan menggunakan e-voting,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/1), sebagaimana dilansir JawaPos,com hari ini.
Selain e-voting, ada wacana kenaikan jumlah anggota DPR maupun DPRD sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah penduduk dan bertambahnya daerah otonom baru. Wacana tersebut kata Edy, diusulkan oleh NGO pemerhati Pemilu, dalam rangka menuju jumlah anggota parlemen yang ideal berdasarkan praktik yang selama ini dilakukan di negara-negara lain.
“Tentang wacana kenaikan jumlah anggota perlemen ini belum disikapi oleh fraksi-fraksi karena melihat terlebih dahulu apresiasi publik dan tanggapan pemerintah seperti apa,” tuturnya.
Sedangkan soal sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, walaupun ada perbedaan pendapat, tapi menurutnya sudah hampir mengerucut. Permintaan fraksi-fraksi katanya mempertahankan sistim proporsional terbuka seperti pada pemilu sebelumnya.
“Usulan pemerintah agar diubah menjadi sistim proporsional tertutup, sepertinya mendapat penolakan luas di masyarakat sehingga fraksi-fraksi di pansus di dalam DIM, umumnya menolaknya,” tutur politikus PKB itu.
Kendati demikian, sistem pemilu tersebut masih bisa diperdebatkan. Namun tentu dengan alasan logis. “Kami di pabsus belum pada tahap untuk menggerucutkan pendapat resmi fraksi-fraksi, belum saatnya. Tapi Insya Allah minggu depan tahapan perdebatan dan konsolidasi pendapat anggota dan fraksi akan dimulai,” pumgkas Lukman. (dna/JPG)