JAKARTA – Polri telah rampung memeriksa Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terkait peristiwa penyiraman air keras di Singapura, Senin (14/8). Meski demikian, Novel justru menyatakan kekecewaannya terhadap proses penyidikan yang dilakukan kepolisian.
Hal itu disampaikan Anggota Tim Advokasi Novel, Haris Azhar. Haris menyebut beberapa alasan kekecewaan Novel tersebut. Salah satunya, soal foto terduga pelaku penyerangan yang pernah diberikan kepada mantan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan.
Menurut Novel, dia pernah diberitahu oleh anggota Densus 88 yang melakukan investigasi dan menemukan indikasi pelaku. Foto orang yang diduga pelaku tersebut dikirimkan kepada Novel.
Setelah itu, Novel mengirimkan foto tersebut ke adiknya untuk diperlihatkan kepada orang di sekitar kejadian, apakah mereka mengenali foto tersebut.
“Hasilnya banyak orang yang mengenali foto tersebut dan mereka meyakini orang tersebut sebagai pelaku (pengintai atau eksekutor). Foto tersebut kemudian saya berikan kepada Kapolda dan Rudy (Dirkrimum Polda Metro Jaya). Kejadian sekitar tanggal 19 April 2017,” kata Haris saat menyampaikan keterangan tertulis Novel, sebagaimana dilansir JawaPos.com.
Novel juga kecewa lantaran saksi-saksi kunci dipublikasi oleh polisi. Haris mengatakan, Novel menilai seharusnya polisi melindungi dan menjaga para saksi kunci, supaya memberi keterangan dengan baik dan secara aman.
Penyidik sebelumnya terburu-buru membuat kesimpulan sendiri dan mempublikasikan kesimpulan tersebut, sehingga terkesan menutupi pihak-pihak tertentu.
“Hal ini terkait orang yang memata-matai saya (Novel) di depan rumahnya, yang polisi sebut sebagai mata elang. Padahal banyak orang menceritakan tidak demikian dan diantara orang tersebut ada yang berupaya masuk ke rumah saya dengan berpura-pura ingin membeli gamis laki-laki,” ujar Haris.
Selain itu, Novel juga kecewa lantaran tidak diketemukannya sidik jari pada cangkir yang digunakan untuk menyiramnya dengan air keras. Padahal, itu merupakan bukti yang penting.
Novel juga menilai penyidik menjaga jarak dengan keluarganya dan tidak pernah menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sejak pertama kali perkara diusut. (put/JPC)