JAKARTA – Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan, penyalahgunaan wewenang oleh incumbent di pilkada sangat sulit dideteksi. Itulah yang melatar belakangi adanya kewajiban cuti kampanye bagi incumbent yang diatur dalam Pasal 70 Undang Undang Pilkada.
Karenanya, Refli tak sepakat dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama yang menggugat ketentuan cuti kampanye petahana ke Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, jika tidak cuti, Ahok dapat dengan mudah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan politiknya.
“Pertama dengan dana bantuan sosial. Bisa naik 200-300 persen. Masyarakat yang awam tentu akan berpikir orang ini kok baik sekali beri bantuan. Padalah kan itu bukan dari dia, tapi dari APBD,” ujar Refly, Senin (5/9), sebagaimana dilansir JPNN.
Incumbent yang ‘abuse of power’ juga kerap kali melakukan kampanye terselubung. Biasanya dilakukan dalam bentuk peresmian proyek. “Biasanya jelang pilkada calon kepala daerah itu pembukaan masjid saja dia datang. Peresmian gereja dia datang. Ini bisa dikategorikan kampanye tidak langsung,” terang Refly.
Penggelontoran dana bansos dan kampanye terselubung, sambung Refly, merupakan abuse of power dengan cara lembut. “Beda dengan kalau pakai mobil dinas, ngadain rapat malam-malam dengan kepala dinas, itu lebih mudah diketahui,” kata Refly.
Sementara itu, sejumlah pihak memprediksi Mahkamah Konstitusi (MK), bakal menolak gugatan cuti kampanye petahana yang diajukan Ahok. Sebab alasan gugatan yang dikemukakan Ahok ada pada wilayah hak, sementara cuti kampanye masuk wilayah kewajiban.
“Ada hak, ada kewajiban. Hak bisa diambil bisa tidak, beda dengan kewajiban. Karenanya seratus persen MK pasti menolak gugatan Ahok,” ujar Ketua Umum Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto.
Sugiyanto menuturkan, MK akan melihat pilkada wajib dilaksanakan dengan jujur dan adil serta bebas dari kecurangan. Artinya, semua kandidat harus berada dalam posisi setara dalam pilkada.
Incumbent yang masih aktif, kata Sugiyanto, berpotensi menyalahgunakan jabatan. Sebab leluasa menggunakan posisi dan mempengaruhi segala sumberdaya yang berada di bawahnya, termasuk anggaran daerah, untuk kepentingan dirinya di pilkada. “Jadi, incumbent (Ahok) wajib cuti untuk menjaga demokrasi berjalan baik dan benar,” kata dia. (wok/dil/JPNN)