LATAR belakang ketidakhadiran Sam Santoso dalam sidang Dahlan Iskan sedikit demi sedikit terungkap. Direktur PT Sempulur Adi Mandiri (SAM) itu bisa jadi takut bertemu dengan Dahlan. Sebab, dia pernah kepergok menjual nama mantan menteri BUMN tersebut untuk mendapatkan proyek pembangunan gedung JX International.
Cerita itu terungkap dalam sidang Dahlan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (14/3). Dahlan membeberkan cerita tersebut saat menanggapi keterangan Sam yang dibacakan jaksa. Sebab, sampai sidang menjelang rampung, jaksa tidak mampu menghadirkan Sam.
Dalam keterangan Sam yang dibacakan jaksa disebutkan, penjualan aset di Kediri dan Tulungagung dilakukan setelah Sam bertemu dengan Dahlan dan menyepakati harga. Bahkan, Sam menyebut Dahlan setuju dengan harga yang ditawarkan.
Selama mendengarkan keterangan Sam yang dibacakan itu, Dahlan hanya menggelengkan kepala. ”Keterangan Sam sama sekali tidak benar. Seolah saya ketua panitianya. Seolah saya yang mengatur,” ucap Dahlan.
Bapak dua anak itu menegaskan bahwa Sam suka menjual namanya. Dahlan bahkan pernah memergoki langsung. Itu terjadi setelah penjualan aset di Kediri dan Tulungagung. ”Dia menjual nama saya untuk mendapat proyek gedung Expo (JX International,Red),” ungkap Dahlan.
Jual nama itu dilakukan Sam dengan cara memanggil konsultan proyek. Kepada konsultan tersebut, Sam mengatakan bahwa Dahlan sudah setuju jika dirinya yang mengerjakan proyek tersebut. Pria yang tinggal di Jalan Imam Bonjol itu juga menawarkan imbalan.
Konsultan tersebut kemudian menghubungi Dahlan. Dia mengkroscek kebenaran pengakuan Sam yang ditunjuk mengerjakan proyek tersebut. ”Tidak betul, saya tidak pernah ngomong begitu. Kalau begitu, saya bilang, larang saja,” tegasnya.
Sejak itulah Dahlan menganggap Sam sebagai orang yang membahayakan. Sebab, Sam berani menjual namanya dengan tujuan mendapat proyek.
Sementara itu, ketidakhadiran Sam dalam sidang sarat kejanggalan. Salah satunya, Sam memberikan keterangan di depan penyidik dalam keadaan sakit. Meski begitu, tidak ada surat keterangan sakit yang dilampirkan. ”Itu tidak sesuai dengan KUHAP,” kata Agus Dwiwarsono, salah seorang pengacara Dahlan.
Sementara itu, Dirut PT PWU Jatim Basanto Yudoyoko saat bersaksi mengatakan, pada era Dahlan dan seterusnya, ada peningkatan aset, harta, kas, dan setara kas. Peningkatan itu tercatat dalam laporan keuangan.
Dia mencontohkan aset yang dibeli di Karangpilang dari hasil menjual aset di Kediri dan Tulungagung. Saat itu, tanah milik PWU hanya seharga Rp180 ribu per meter persegi. Kini tanah di sana, harganya sudah berkali-kali lipat. “Lebih dari Rp3 juta per meter,” ucap Basanto. (eko/jpg/c5/ang/JPG)