SERANG – Sekitar 10 ribu guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) tingkat SMA/SMK di Provinsi Banten tidak jelas status ketenagakerjaan kependidikannya. Hal tersebut karena terkendala oleh Surat Keputusan (SK) para guru honorer tersebut yang masih tercatat di masing-masing pemerintah kabupaten kota.
Menyikapi hal tersebut, Komisi V DPRD Banten meminta kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten mencari solusi persoalan tersebut bersama BKD Kabupaten Kota dan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Diketahui, hingga kini nasib GTT SMA/SMK masih belum jelas statusnya, lantaran terkendala Surat Keputusan (SK). Bahkan, hingga kini Pemprov Banten belum mempunyai payung hukum untuk menangani maslah tersebut.
“Intinya BKD provinsi dengan kabupaten/kota harus duduk bersama dengan KPK. Kalau memang menurut KPK gak boleh menambah honorer baru ya tinggal bicara, itu kan persoalan komunikasi saja,” ujar Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur ikhsan saat di temui di DPRD Banten, Jumat (21/4).
Menurut Fitron, tidak mungkin pemerintah begitu saja mengorbankan ribuan orang. Menurutnya, persoalan ini berkaitan langsung dengan nasib orang bahkan kualitas pendidikan di Provinsi Banten.
Dijelaskan Fitron, pihaknya juga akan mendatangi BKD Provinsi untuk membahas masalah tersebut. Menurutnya, berdasarkan data yang disampaikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, rata-rata GTT di SMA/SMK masih mengantongi SK dari Bupati/Walikota, Dinas terkait bahkan SK Kepala Sekolah tempat mereka mengajar.
“Ini masalahnya mereka ngajar di SMA/SMK yang kini sudah jadi kewenangan provinsi tapi SK nya masih SK ditandatanganin oleh bupati/walikota, bahkan sekda. Jadi status mereka ngga jelas, ditambah kita belum punya payung hukumnya,” jelasnya.
“Solusinya kita akan datangi BKD untuk mendefinisikan keberdaan mereka, dan memang harus didefinisikan. Misalkan kalau masuk kabupaten/kota SK nya ya sudah, kalau masuk provinsi harus buat SK baru,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Kosasih Samanhudi menjelaskan, terlepas sejumlah persoalan yang belum selesai, Dindikbud Provinsi Banten telah berupaya keras memperhatikan kesejahteraan para guru honorer, salah satunya penganggaran bantuan untuk gaji para guru. Untuk mengatasi hal tersebut, tahun ini pihaknya sudah mengucurkan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dan dana tersebut akan dikucurkan per triwulan. “Untuk GTT sudah selesai. Tinggal dana untuk listrik dan telepon saja yang sebentar lagi akan menyusul. Untuk total anggaran Bosda kita siapkan Rp 7,3 miliar,” ujarnya.
Sekretaris Dindikbud Banten Aridus Prihantono menyebutkan, total guru honorer yang mengajar di SMA/SMK mencapai 10.000 orang. Ia mengaku, pihaknya juga telah membuat Peraturan Gubenur Nomor 86 tahun 2016 yang salah satu poinnya mengatur tenaga pendidikan.
“Jadi kalau daerah lain masih sibuk cari solusi buat gaji GTT, di Banten kita sudah, dan itu melalui Bosda,” kata Ardius.
Meski begitu, dijelaskan Ardius, anggaran Bosda hanya cukup untuk membiayai 7.000 orang GTT, sedangkan untuk pembiayaan 3.000 orang lainnya akan diatur melalui Pergub Pembiayaan.
“Untuk yang 3.000 gajinya akan diatur lewat komite sekolah sesuai pergub Pembiayaan. Kita juga akan lihat dari ribuan GTT itu hasru dipilah, mereka dapat SK mana, apa dari kepala sekolah atau kepala dinas. Tapi yang fluktuatif itu kebanyakan SK kepala sekolah,” ujarnya.
Terkait besaran gaji GTT, Ardius menerangkan, pihaknya telah mengatur besaran gaji untuk guru honorer di SMA/SMK. Hal itu diungkapkan Sekretaris Dindik Banten Ardius Prihantono.
“Untuk gaji honorer nanti disesuaikan sesuai jenjang pendidikan. Misalkan S2 itu gajinya Rp1,5 juta, untuk S1 Rp1,350 juta, sedangkan untuk D3 sebesar Rp1,1 juta, sma 1juta . Ke depan kita juga akan hitung gaji mereka sesuai dengan jam pelajaran,” katanya. (Bayu Mulyana/coffeandchococake@gmail.com)