Ada tiga personal effect yang mewarnai pemilu legislatif
tahun 2014 kali ini. Efek yang mengejutkan ternyata datang dari raja dangdut
Rhoma Irama.
“Ternyata Rhoma Irama lebih berefek daripada Joko
Widodo,” tegas peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul
Fatah di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Rabu (9/4)
Menurut temuan LSI, efek pertama yang mewarani pileg adalah
efek Joko Widodo. Tapi efek Jokowi tidak terlalu signifikan pada perolehan
suara PDIP. Sebagaimana diketahui, banyak lembaga yang memprediksi jika Jokowi
diumumkan sebagai capres sebelum pileg PDIP akan berhasil mencapai suara 25
hingga 30 persen.
“Ternyata Jokowi Effect tidak berpengaruh. Jadi
kesimpulannya pemilih Jokowi belum tentu pilih PDIP, pemilih PDIP belum tentu
pilih Jokowi,” ungkap Toto.
Personal effect kedua menurut Toto adalah Nazaruddin. Kasus
yang dibuat oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat menjadi awal terpuruknya
partai besutan SBY tersebut. Gara-gara Nazar Demokrat akhirnya berada pada
posisi keempat berdasarkan hasil quick count yang bahkan tidak mencapai 10
persen suara.
Personal effect ketiga adalah Rhoma Irama. Menurut Toto
Rhoma memang berikan efek signifikan pada suara PKB. PKB berhasil memperoleh
hampir menyentuh angka 10 persen.
“Rhoma Irama effect walau belum bisa diterima kalangan
elit, tetapi diterima di kalangan grassroot,” tegas Toto.
Menurut peneliti LSI Rully Akbar selain efek Rhoma Irama,
PKB juga diuntungkan dengan captive pemilih yang berasal dari NU. Toto
menegaskan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar berhasil menarik hati warga
Nahdiyin yang mau terang-terangan mendukung Jusuf Kalla, Mahfud MD dan Rhoma
Irama.
“Ditambah lagi dukungan dana yang besar dari bos Lion
Air Rusdi Kirana yang tentu punya peran penting untuk suara PKB,”demikian
Rully. (rmo/jpnn)