JAKARTA — Kepastian koalisi untuk menghadapi pemilihan
presiden akan lebih baik jika diumumkan setelah penghitungan pasti dari Komisi
Pemilihan Umum (KPU) atas hasil pemilihan legislatif 2014.
Dengan demikian, partai politik sudah tahu pasti berapa
suara yang didapat serta raihan kursi sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk
berkoalisi.
“Saya sarankan koalisi dibangun setelah itu (hasil real
count KPU),” ungkap Direktur Konsep Indonesia (Konsepindo) Research and
Consultant Veri Muhlis Ariefuzzaman di Jakarta kepada jpnn.com, Selasa (22/4/2014).
Menurut Very, dasar koalisi adalah perolehan suara. Partai
dengan perolehan suara menengah dan besar tentu menjadi lirikan pertama.
Misalnya ia mencontohkan, PDI Perjuangan pastilah menginginkan berkoalisi
dengan partai seperti itu untuk memenuhi target ambang batas 20 persen.
“Sehingga nantinya pengusungan capres akan
lancar,” ungkap Veri.
Kedua, Veri melanjutkan, tentu koalisi bertujuan untuk
mengamankan legislasi di DPR. Partai pemimpin pemerintahan tidak ingin proses
legislasi, pengawasan, dan anggaran, di DPR mengalami hambatan. “Parpol
koalisi nantinya akan mendukung program pemerintahan di DPR,” ungkap dia.
Sedangkan Ketua DPP Golkar, Hajriyanto Y Thohari mengatakan
koalisi tentu bermaksud untuk pengusungan capres dan cawapres. “Keduanya
saat ini harus wakil resmi dari partai politik,” jelasnya.
Pileg kali ini menunjukkan tidak ada partai yang
mendominasi, karena tidak ada yang meraih suara lebih dari 20 persen. Hal ini
membuat partai politik harus memenuhi tambahan suara untuk mengusung capres dan
cawapres.
“Terkait Golkar, cawapres tentunya harus melengkapi
kekurangan dan kelebihan Aburizal Bakrie (ARB),” kata Hajriyanto.
Menurutnya, pada pemilihan presiden dan wakil presiden 9
Juli mendatang diperlukan taktik dan strategi logistik untuk memenangkan hati
rakyat. (boy/jpn)