DIGUNAKANNYA setting bencana tsunami dan meledaknya reaktor nuklir di Janjira dalam film Godzilla ternyata sempat menuai kritik dari fans Jepang. Mereka merasa efek visual tsunami yang tampak nyata itu membangkitkan memori buruk masyarakat Jepang.
Selain itu, storyline tentang nuklir mengingatkan mereka akan tragedi Fukushima tiga tahun lalu. “The New Godzilla diawali dengan adegan sebuah bencana nuklir dan tsunami. Hollywood melakukan hal yang tidak bisa dilakukan film Jepang,” ujar Tomohiro Machiyama, kritikus film dari Jepang seperti dikutip dari akun twitter-nya.
Menanggapi berbagai kritik yang kebanyakan datang dari negara asal monster raksasa tersebut, sang sutradara akhirnya angkat bicara. Gareth Edwards (sutradara) dengan mantap menyatakan bahwa Godzilla sama sekali bukan bicara tentang Fukushima
Dia juga mengakui bahwa selama penulisan skrip dan pembuatan film tersebut, peristiwa Fukushima telah berlalu. Jadi, dia harus membuat keputusan. “Apakah kita akan tetap menjaga jarak dengan tragedi itu atau mengakui bahwa kita telah membuka kotak pandora tenaga nuklir. Kalau ini salah, apakah ini benar-benar salah?” ujar Edwards.
Holywood sudah merilis Godzilla dengan versi terbaru, 16 Mei 2014. Godzilla versi 2014 bakal menampilkan efek visual yang jauh lebih dahsyat. Saking dahsyatnya, film ini diyakini bakal memecahkan rekor box office. Bahkan, di social media, tren film Godzilla sudah menggeser Spiderman atau Captain America sejak 1 minggu menjelang rilis, 16 Mei 2014.
Ya, pesona The King of Monsters ciptaan oleh Tomoyuki Tanaka, Ishiro Honda dan Eiji Tsubaraya sepertinya masih belum pudar. Malah bisa dibilang monster legendaris yang lahir sebagai metafora dari peritiwa bom atom yang meluluhlantakan Hiroshima dan Nagasaki itu semakin membesar. Sama seperti ukuran tubuhnya yang menjulang tinggi ke angkasa.
Kadal raksasa seperti tidak pernah punya masalah untuk bolak-balik tampil di layar sinema Jepang. Hal yang sama tidak berlaku ketika Hollywood yang serakah mencoba mengadaptasinya.
Si monster itu secara terus menerus beraksi dari start hingga finish. Dramanya menjemukan. Beruntung kekurangannya itu masih bisa sedikit ditutupi oleh teknisnya yang jempolan.
Berbekal track record-nya menangani Monsters 2010 yang punya tema kehancuran yang sama namun dengan budget bak bumi dan langit, Edwards yang juga orang spesial efek ini tahu benar bagaimana mempresentasikan kekacauan yang skalanya jauh lebih dahsyat.
Ia punya tim efek hebat di bidangngnya yang menjadi impian semua sineas film sci-fi, dari sinematografer Seamus McGarvey (The Avengers), VFX supervisor dari trilogi Lord of The Ring dan The Amazing Spider-Man, Jim Rygiel, production designer Owen Paterson dari trilogi The Matrix sampai komposer hebat macam Alexander Desplat yang mengisi scoringnya.
Kali ini, Godzilla pastinya tidak dimainkan lagi oleh manusia berkostum. Melainkan keajaiban dari sebuah CGI mahal dan rumit yang menampilkan detil sempurna. Dan momen ketika ia melakukan semburan atomic breath-nya, Wow! Itu adalah momen yang akan susah dilupakan. Itu diyakini akan mendorong penonton menyaksikan Godzilla ke tangga nomor 1 di box office. (ags/adn/mas)***