JOMBANG – Rapat pleno pembahasan tata tertib Muktamar Nahdlatul Ulama (NU), di Jombang, Jawa Timur, Minggu (2/8) akhirnya dimulai setelah mengalami penundaan dari tadi malam.
Pleno tersebut dipimpinan oleh Slamet Effendi Yusuf, Ketua Steering Committe Muktamar NU. “Kami terus memantau registrasi dan Alhamdulillah, lebih dua pertiga peserta sudah hadir di lokasi ini. Karena sidang pleno bisa kita mulai,” kata Slamet, saat memimpin pleno tersebut.
Rancangan Tat Tertib (Tatib) Muktamar NU ke-33 yang akan dibahas terdiri dari VIII BAB dan 23 pasal. Salah satu hal krusial adalah BAB VIII tentang pemilihan Rais ‘Aam dan Ketua Umum PBNU. Di sana ada dua opsi seperti di pasal 19 dan 20.
Dalam Rancangan Tatib yang diperoleh JPNN.com, pada pasal 19, disebutkan pemilihan Rais ‘Aam dilakukan secara musyawarah mufakat melalui sistem Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA). AHWA terdiri dari 9 orang ulama yang telah diusulkan oleh pengurus wilayah dan cabang.
Berikutnya, panitia membuat tabulasi nama-nama yang masuk secara terbuka. Apabila nama calon AHWA yang muncul lebih dari 9 orang maka dilakukan perengkingan dan 9 nama teratas ditetapkan sebagai AHWA.
Apabila terdapat kesamaan jumlah rangking yang kesembilan, maka kepada nama-nama yang memiliki jumlah suara yang samadipersilahkan untuk memutuskan secara musyawarah satu nama yang diusulkan. Terakhir, AHWA membuat sidang sendiri untuk menunjuk Rois ‘Aam PBNU.
Pada pasal 20 dikatakan Pemilihan Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam muktamar. Kemudian, AHWA dan Rais ‘Aam terpilih, menentukan calon Ketua Umum Tanfidziyah lebih dari satu orang untuk selanjutnya dipilih oleh muktamirin berdasarkan aspirasi pengurus wilayah dan pengurus cabang.
Terakhir, calon Ketua Umum Tanfidziyah yang dapat ditentukan oleh AHWA dan Rais ‘Aam terpilih adalah calon yang memperoleh dukungan sekurang-kurangnya 99 suara pengurus wilayah/pengurus cabang melalui proses penjaringan calon.
Terpisah, Katib Rais ‘Aam PBNU, Abdul Malik Madani mengatakan konsep AHWA masih berkembang dan akan ditawarkan dulu ke pleno. Bila aspirasi mayoritas muktamirin setuju maka itu akan digunakan.
“Nanti ditawarkan dulu ke peserta. Kalau aspirasi mayoritas setuju AHWA, oke, kalau tidak ya tidak. Ada upaya memasukkan itu di tatib, itu mesti diperjelas nanti,” jelas Sekjen Syuriah PBNU itu.
Pantauan di Alun-alun Jombang, tempat berjalannya pleno, suasana langsung panas begitu sidang dibuka. Banyak mukamirin mengajukan interupsi karena menurutnya, pimpinan sidang harus dipilih oleh muktamirin. Kemudian, ada juga muktamirin yang keberatan dengan masuknya AHWA ke dalam Tatib. (fat/jpnn)