Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)
Beragam profesi yang memperoleh penghargaan dalam acara itu yakni steller (penyusun batu candi), pemelihara candi, burung gendong, penjaga palang pintu perlintasan kereta api, penjual jamu, pembuat mainan tradisional, sopir ambulan, penggali kubur, ahli janur (pembuat bahan sesaji dalam adat jawa), petani organik, arsitek, fotografer, hingga penggerak media siber.
Beberapa nama sekaligus profesi sebagai perwakilan memperoleh penghargaan yakni Yuli Kusworo (arsitek), Suharto (steller), Didik Nini Thowok (maestro tari), Dodi Sandradi (fotografer), Singgih Susilo Kartono (magno radio dan spagi), Bambang Erbrata Kalingga (penggerak petani organik), dan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo (kampung cyber). Penghargaan yang diberikan berupa piagam dan sejumlah uang.
Koordinator acara, Markus Winarto, menuturkan pemberian penghargaan kepada orang-orang dengan profesi tak terpandang itu merupakan bentuk rasa terima kasih terhadap kontribusi mereka yang jarang dihargai orang lain. “Mereka penggerak keberanian dan mereka tidak mendapat sokongan dari siapa pun,” kata Markus.
Salah satu penerima penghargaan, Suharto mengungkapkan terima kasih. Sebagai penyusun batuan candi, menurutnya pekerjaan yang ia lakukan memang dipandang miring oleh khalayak. “Namun, saya berharap hasil kerja yang saya lakukan memperoleh apresiasi dari masyarakat. Mereka menjadi peduli dan cinta dengan benda cagar budaya,” ucapnya. (pc/rbc)