TANGERANG – Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) yang terbukti teradu melanggar kode etik akan diberhentikan atau dipecat dari lembaga penyelenggara pemilu. Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia, Valina Singka Subekti dalam acara Sosialisasi Kode Etik Penyelenggara Pilkada di Graha Widya Bhakti Puspitek, Kompleks Puspitek, Jl Raya Puspitek, Tangerang Selatan, Sabtu (29/8/2015).
Kata Valina, sanksi tersebut bertujuan untuk menyelamatkan citra, kehormatan, dan kepercayaan publik terhadap institusi serta jabatan yang dipegang oleh pelanggar kode etik. “Sanksi pemberhentian yang berlaku ada dua macam, sanksi pemberhentian sementara dan sanksi pemberhentian tetap,” kata Valina.
Sanksi pemberhentian sementara dimaksud untuk memulihkan keadaan, hingga kondisi yang bersifat memulihkan keadaan korban atau sampai keadaan pelanggar dengan sifat pelanggaran atau kesalahan yang terjadi telah terpulihkan.
“Sedangkan pemberhentian tetap dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dengan maksud untuk menyelamatkan institusi jabatan dari perilaku yang tidak layak dari pemegangnya,” kata Valina.
Valina menambahkan, contoh modus pelanggaran kode etik yang sering dilakukan penyelenggara pilkada seperti; mengurangi, menambahkan, atau memindahkan perolehan suara dari satu peserta ke peserta lain, selanjutnya pemberian sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada penyelenggara pemilu atau pilkada dengan maksud memenuhi kepentingan pemberi.
“Pelanggaran kode etik lainnya, seperti perlakuan berat sebelah kepada peserta pemilu dan pemangku kepentingan, melakukan tindakan atau intimidasi secara fisik maupun mental,” kata Valina.
Kata Valina, secara keseluruhan ada 13 kategori modus pelanggaran kode etik, beberapa di antaranya seperti yang telah disebutkan sebelumnya. (Bayu)