KEPUTUSAN Sari (25), nama samaran, memilih menyandang status janda bukan semata-mata menyesal karena sudah menikah dengan Jaja (26), juga nama samaran, yang sampai saat ini masih berstatus pengangguran. Keduanya warga Pandeglang. Lebih dari itu, Sari telah dibuat kesal setengah gila oleh tingkah Jaja yang saban hari kerjaannya hanya memancing ikan di tepian sungai.
Ia ketularan hobi bapak Sari, sebut saja Dakro (45), yang juga gemar memancing ikan. Memancing di kolam ikan mungkin pulang bawa hasil, tapi Jaja hobinya mancing di tepian sungai karena terkendala modal. Alamak, parah. Otomatis dapat ikannya juga seadanya, kecil-kecil, kadang nihil.
Kondisi itu pun memengaruhi psikologis Jaja yang sudah jarang memperhatikan nasib Sari. Suaminya menjadi pemalas dan tak punya rasa tanggung jawab untuk menafkahi. Jangankan untuk belanja, untuk sekadar membeli keperluan makan sehari-hari saja tidak pernah ada uang yang keluar dari kantong suaminya. Kondisi itu membuat Sari pusing tujuh keliling dibuatnya hingga akhirnya Sari mengalami keguguran.
“Saya capek lihat suami dari pagi sampai sore, kadang malam kerjaannya mancing. Terus saya mau makan apa, masa makan ikan tiap hari. Bukannya pinter, malah keblinger,” keluh Sari.
Selama tiga tahun Sari dan Jaja berumah tangga, tidak pernah mengalami perubahan, justru semakin terpuruk. Jelas saja, kehidupan mereka hanya mengandalkan orangtua Sari. Serumah pula dengan orangtua Sari. Padahal, kehidupan keluarga Sari juga terbilang kalangan Elit alias ekonomi sulit.
Ayah Sari hanya buruh bangunan, sementara ibunya hanya ibu rumah tangga sambil buka warung kecil-kecilan di depan rumah yang bukan permanen buat mencari uang tambahan. Orangtua Jaja demikian, tidak bisa diandalkan karena sama-sama statusnya dengan Jaja, yakni sampah masyarakat alias pengangguran. Sehingga, Jaja di rumah hanya menjadi parasit atau menjadi tambahan beban bagi keluarga Sari.
“Jangankan punya tempat tinggal, buat bayar kontrakan saja enggak mampu. Makanya, saking stres, saya sampai keguguran,” ujar Sari yang kesal mengingat masa-masa itu. Lengkap sudah penderitaanmu Mbak Sari.
“Kalau ada usaha nyari kerja sih saya hargai, saya masih bisa bertahan. Lah ini, mancing malah dianggap profesi. Katanya, ntar kalau dapat ikan banyak bisa makan enak. Daripada hidup makin parah, ya sudah lebih baik cerai aja,” ujarnya. Ya mudah-mudahan itu jalan yang terbaik ya Mbak.
Memang dari awal jalan kehidupan rumah tangga mereka sudah tidak beres. Sari terpaksa menerima lamaran Jaja karena hamil duluan akibat salah pergaulan. Lantaran itu, gelar pengangguran yang disandang Jaja pun tak dihiraukan Sari dan keluarganya. Asalkan ada yang bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Sari.
Padahal, Sari tahu jika Jaja bukanlah tipikal suami baik. Selain hanya lulusan SMP, Jaja sehari-hari kerjaannya hanya menongkrong di alun-alun bersama teman-teman seprofesinya. Malamnya juga tak jauh beda, malah ada tambahan minum minuman keras sambil gitar-gitaran. Karena ingin disebut anak gaul, Sari yang juga hanya lulusan SMP tertarik untuk bergabung bersama teman-teman perempuan sebayanya.
Seiring waktu, Sari semakin intens bertemu dan berkomunikasi dengan Jaja, sampai akhirnya terjalin keakraban di antara mereka. Mulai dari suka curhat-curhatan, antar jemput, hingga terbangun chemistry satu sama lain. Salahnya Sari, ikut terjerumus akan pengaruh negatif yang menjadi kebiasaan Jaja selepas mereka menjalin hubungan. Mulai dari mengonsumsi minuman keras sampai gaya berpacaran ala ke barat-baratan. Nah lo.
“Dia (Jaja) pinter ngerayu, jadinya saya diajak begituan mau-mau aja. Apalagi, kalau sudah minum, bawaannya panas. Katanya kalau hamil dia pasti tanggung jawab kok,” jelasnya. Bener nih gara-gara pintar merayu, apa sama-sama mau! Hehehe.
Sari pun harus menerima akibatnya. Dari sejak menikah dengan Jaja, tidak ada satu pun kenangan yang berkesan. Mulai dari biaya nikah saja, tak sepeser pun dikeluarkan Jaja atau pihak keluarganya. Menyadari hal itu, hidup bersama Jaja jelas-jelas Sari tidak punya harapan dan masa depan.
Selama berbulan-bulan, Jaja tak pernah memikirkan bagaimana mengatasi kondisi keuangan rumah tangganya. Kondisi diperparah ketika Jaja dikenalkan cara memancing oleh orangtuanya. Bermodalkan kail dan jala, Jaja pun rutin setiap hari memancing ke sungai.
“Saya sempat larang dia mancing. Karena menurut saya ‘mancing’ itu hanya pemalasan. Cuman nongkrong seharian nunggu ikan makan umpan. Bukannya dapat ikan, malah kram. Tapi, suami saya malah bilang, lumayan ada kerjaan daripada nganggur. Hadeuh,” ungkapnya. Sabar Mbak, siapa tahu rezekinya datang dari mancing, misalnya dapat ikan hiu. “Kalau kayak gini terus, dari mancing ikan jadi mancing keributan,” cetusnya.
Sering diajak mertua, Jaja makin keasyikan menggeluti hobi barunya memancing. Sampai hafal semua jenis pancingan mana yang efektif untuk berbagai jenis ikan. Saking tergila-gilanya dengan hobi mancing, Jaja pun tak jarang lupa makan atau pulang ke rumah. Bahkan, sampai pernah mengalami kram karena duduk kelamaan. Astaga. Jaja selalu bersemangat kalau diajak mertuanya memancing. Maksudnya biar bisa lebih dekat sehingga mertuanya tidak terlalu menyalahkan Jaja menyandang status pengangguran.
Di luar itu, inisiatif pergi memancing sendiri. Namun, beda dengan bapaknya Sari yang kegiatan mancingnya dikala pekerjaan Dakro sebagai kuli bangunan sedang off (cuti). Nah, sementara Jaja, suaminya dari subuh kadang sudah berangkat sampai sore, bahkan sampai malam hanya demi pekerjaan tunggal, yakni mancing mania.
“Ntar pulang minta dikelonin, terus ngajak gituan. Ya, saya mana nafsu, yang ada emosi. Heran, saya maki-maki juga acuh aja,” ujarnya kesal. Berarti sudah punya jurus tebal muka itu Mbak.
Lantaran itu, keharmonisan rumah tangga mereka menjadi acak-acakan. Terlebih, setelah Sari keguguran yang diduga kuat akibat stres memikirkan perilaku suaminya. Merasa tidak mempunyai harapan, Sari memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jaja dan mengajukan gugatan cerai.
Awalnya sih, Sari tidak serius, hanya bermaksud menggertak sang suami agar mau berubah dan mencari pekerjaan yang lebih baik. Sayangnya, Jaja tidak terusik dengan ancaman cerai yang dilayangkan Sari. Sehingga, memaksa Sari menyeriusi gugatannya sampai tuntas. Rumah tangga Sari dan Jaja pun hanya bertahan tiga tahun tanpa dikarunia anak.
“Sudah enggak mungkin mempertahankan hubungan ini. Lebih baik mencari suami yang lebih baik,” pungkasnya. Saya doakan semoga cepat dapat jodoh lagi. Amin. (Nizar S/Radar Banten)








