APA permintaan paling ”gila” Anda waktu SD? Atau, apa permintaan paling ”gila” anak Anda yang masih SD? Kalau saya dulu, minta diantar ke Jogja untuk bertemu Hasmi.
***
Ada dua hal indah dan satu kabar sedih yang saya dapatkan dalam seminggu terakhir.
Kabar baik pertama: Koran –dunia saya– menjadi sumber kehebohan di Chicago.
Salah satu tim baseball kota itu, Chicago Cubs, baru saja mengunci gelar juara Major League Baseball (MLB) untuk kali pertama sejak 1908. Alias 108 tahun yang lalu!
Saking lamanya tim itu menunggu, sampai-sampai Presiden Obama menyebutnya secara khusus dalam salah satu speech terakhirnya sebelum mengakhiri masa jabatan.
Kata Obama, kemenangan Cubs itu adalah berita terheboh sejak diciptakannya roti tawar iris. Sebab, kali terakhir Cubs jadi juara, roti tawar iris masih belum ada di pasaran!
Berbagai cerita heboh juga muncul. Misalnya, seorang penggemar Cubs berusia 85 tahun dalam kondisi sakit tahan ”menunggu” hasil akhir pertandingan final melawan Cleveland Indians. Setelah Cubs menang, tiga jam kemudian, dia meninggal dunia.
Besoknya, edisi Kamis pekan lalu (3 November), tiba-tiba koran jadi barang paling diburu. Chicago Tribune, yang oplah per harinya di kisaran 300 ribu eksemplar, sampai harus naik cetak dua kali lagi hari itu. Total oplahnya hari itu mencapai 1 juta eksemplar.
Chicago Sun-Times, koran lain di sana, oplahnya melonjak dari kisaran 150 ribu menjadi 600 ribu.
Sampai hari ini pun koran-koran itu masih diburu. Di eBay, per eksemplar dijual hingga USD 26.
Berita koran tetap yang diburu dan bisa dikoleksi sebagai penanda sejarah. Siapa bilang koran akan hilang? Wkwkwkwk…
Kabar baik kedua, event running pertama yang kami selenggarakan, Jawa Pos Fit East Java Half-Marathon, berlangsung lancar pada Minggu, 6 November lalu. Tentu tidak sempurna, tapi sulit membayangkan event lain bisa semegah dan seseru itu untuk penyelenggaraan perdana.
Berlari melewati Jembatan Suramadu –yang panjangnya sekitar 5,5 km– benar-benar memberi sensasi yang berbeda. Di antara SEMUA event lari di Indonesia, sulit membayangkan ada lokasi yang lebih spektakuler.
Terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah mendukung, khususnya para peserta, sponsor, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan sang Wagub Gus Ipul.
Lutut kanan saya, yang pernah direkonstruksi karena cedera sepak bola, sebenarnya tidak boleh diajak lari. Tapi, kapan lagi lari di Suramadu? Walau saya hanya ikut yang 5 km dan lutut langsung dikompres es begitu selesai lari.
Kebahagiaan event lari itu berubah drastis beberapa jam kemudian. Saya mendapat kabar Hasmi meninggal dunia.
Anak-anak muda sekarang mungkin tidak kenal siapa itu Hasmi. Tapi, generasi terdahulu sangat kenal dengan siapa itu Hasmi. Waktu masih SD dulu, dialah komikus favorit saya. Bahkan mungkin komikus favorit saya sepanjang sejarah, sampai hari ini.
Dialah pencipta Gundala Putera Petir, superhero Indonesia favorit saya. Waktu kecil dulu, saya punya koleksi komiknya. Bahkan mungkin hampir komplet semuanya.
Waktu SD itu, saya lupa kelas berapa, saya pernah punya permintaan khusus kepada Abah (ayah saya). Agar diajak ke Jogja. Bukan untuk lihat Borobudur, bukan untuk jalan-jalan di Malioboro, bukan untuk wisata yang lainnya. Saya ingin ke Jogja hanya untuk mampir ke rumah Hasmi.
Sampai di rumahnya agak malam, saya waktu itu benar-benar starstruck ketika ketemu sang komikus. Tidak bisa bicara apa-apa. Hanya melihatinya terus, mendengarnya bicara, serta melihat meja kerja dan beberapa karya yang sedang dia kerjakan.
Sudah, itu saja. Puas, pulang ke Surabaya.
Belakangan, ketika saya sudah lebih ”jadi”, beberapa kali saya bertemu dengan Mas Hasmi. Khususnya ketika Jawa Pos ikut mendukung pementasan Gundala Gawat di Surabaya beberapa tahun lalu. Tetap saja saya starstruck. Bingung mau bicara apa ketika bertemu beliau.
Meski susah bicara ketika bertemu beliau, saya berhasil menuntaskan keinginan yang sudah sangat lama terpendam. Meminta Mas Hasmi membuat lukisan Gundala khusus untuk saya pribadi dan Jawa Pos.
Prosesnya ternyata tidak cepat dan sempat tersendat. Karena Mas Hasmi mulai sakit-sakitan.
Dua lukisan itu kini ada di Graha Pena Jawa Pos Surabaya.
Yang kecil bakal jadi lukisan favorit saya sepanjang sejarah. Karena ada tulisan ”Azrul Ananda” di salah satu bagiannya, berdekatan dengan posisi sang Gundala.
Yang besar, dengan background bangunan bertulisan ”Jawa Pos”, sempat terpajang lama di lobi utama redaksi dan akan mendapatkan tempat yang istimewa. Gambarnya Gundala menghantam lawan raksasa berewok, menyemangati Jawa Pos untuk terus berjuang menjadi lebih kuat dan membela kebaikan.
Sekarang Mas Hasmi sudah meninggalkan saya dan semua penggemar Gundala. Tidak banyak yang bisa saya ucapkan, selain terima kasih, terima kasih, terima kasih, dan terima kasih.
Gundala merupakan salah satu yang paling berpengaruh pada masa-masa formatif saya dulu. Gundala ikut berperan membentuk saya menjadi seperti sekarang.
Terima kasih, terima kasih, terima kasih… (*)