SERANG – Jumlah tenaga kerja asing di Banten mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun Komisi V DPRD Banten dari rilis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten ada sekira 35 ribu tenaga kerja asing yang berpeluang kerja di Banten.
Sekretaris Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan mengungkapkan, ada 10 ribu tenaga kerja asing eksisting. “Sedangkan berdasarkan IMTA (izin mempekerjakan tenaga asing-red) yang dikeluarkan pemerintah pusat ada 25 ribu tenaga kerja asing. Dengan begitu, ada 35 ribu tenaga kerja asing yang berpeluang bekerja di Banten,” ungkap Fitron usai kegiatan jaring aspirasi masyarakat dengan tema ‘Tenaga Kerja Asing dan Daya Saing Lokal’ di Graha Pena Radar Banten, Kamis (24/11).
Sementara, tambah Fitron, jumlah penduduk Banten yang bekerja sebanyak 1,2 juta orang. Dengan begitu, rasionya satu tenaga kerja asing 37 tenaga kerja lokal. “Ini sudah berdekatan dan mengkhawatirkan,” ujarnya. Namun, masuknya tenaga kerja asing dikarenakan kebijakan ekonomi global yang tak bisa dielakkan. Untuk itu, Disnakertrans perlu mengevaluasi izin masuk yang dimiliki tenaga kerja asing, apakah sudah sesuai kompetensi atau belum.
Saat ini, tambahnya, izin bekerja sebagai koki (chef) menjadi primadona. Namun, perlu dicek apakah benar menjadi chef atau menjadi pekerja kasar. “Bahaya kalau ada penyalahgunaan izin. Kalau jadi chef diperbolehkan karena di sini memang tidak ada yang bisa sehingga mengharuskan adanya tenaga kerja dari asing,” tandas Fitron.
Semakin banyak tenaga kerja asing yang masuk ke Banten membuat politikus Partai Golkar ini meminta Disnakertrans meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal. Kata dia, latar belakang pendidikan masyarakat di Banten yang tidak mempunyai keserasian dengan kebutuhan perusahaan menjadi salah satu faktor masuknya tenaga kerja asing. Selain itu, investasi dari penanam modal asing juga berbanding lurus dengan adanya tenaga kerja asing. Untuk itu, kemampuan tenaga kerja lokal perlu ditingkatkan agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing.
Sementara itu, terkait upah, Fitron mengatakan, kesejahteraan buruh bukan hanya dari upah. “Kalau upah naik terlalu tinggi, pengusaha berat. Makanya, harus ada solusi lain, misalnya biaya sekolah dan transportasi murah. Jangan sampai tenaga kerja lokal justru jadi korban investasi,” tandasnya.
Kepala Disnakertrans Banten Alhamidi mengungkapkan, angka pengangguran di Banten mencapai 452 ribu orang dan menjadi tertinggi di Indonesia. Hal itu terjadi karena kebutuhan pangsa pasar belum dapat dijawab pendidikan formal. Di samping itu, kompetensi yang diperlukan perusahaan belum dapat dipenuhi masyarakat. “Selain itu, regulasi juga masih lemah. Namun, perda tentang wajib lapor akan segera diterapkan,” ujarnya.
Kata dia, tenaga kerja asing masuk ke Banten karena ada proyek nasional atau raksasa. Misalnya Waduk Karian dan PLTU. Belum lagi apabila proyek jalan Tol Serang-Panimbang dan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjunglesung dimulai.
Namun, ia mengatakan, jumlah tenaga kerja asing di Banten tak mencapai 35 ribu. “Sepuluh ribu yang sudah ada,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan, tenaga kerja asing yang ada sudah mengantongi izin. “Kalau yang tidak sesuai tentu dideportasi, kami aktif menertibkan. Sudah banyak yang dideportasi,” tandas Alhamidi. Bahkan, pihaknya juga bekerja sama dengan Disnaker kabupaten/kota di Banten untuk melakukan pantauan. (Rostina/Radar Banten)