Baca Juga :
SERANG – Sentuhan teknologi telepon genggam dalam kehidupan masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak memang sudah cukup lama. Dalam ritual adat Seba Baduy seperti yang sedang dilakukan hari ini, pemandangan masyarakat adat dengan perangkat komunikasi tersebut kerap terlihat setiap tahunnya.
Setidaknya, selama tiga tahun terakhir, pantauan Radar Banten Online, sejumlah masyarakat adat Baduy terlihat menenteng telepon genggam saat mengikuti ritual seba. Bahkan, pada tahun lalu, terlihat sejumlah masyarakat Baduy memanfaatkan ritual simbol harmonisasi antara masyarakat adat dan pemerintah ini untuk membeli perangkat modern tersebut.
Jaro Saija, tetua masyarakat adat Baduy menuturkan, teknologi telepon genggam atau handphone mulai masuk ke kehidupan masyarakat adat Baduy sekitar awal tahun 2010 lalu. Tidak diketahui secara persis siapa yang pertama kali mengenalkan dan mengenalkan perangkat modern terhadap masyarakat tradisional tersebut.
“Dulu dulu mah gak ada, tahun 2010 kesini aja ada, gak tahu siapa yang pertama (punya), saya juga baru punya hp pas tahun 2015,” ujar Jaro Saija kepada Radar Banten Online disela-sela istirahat di gedung olahraga Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang, Sabtu (29/4).
Seorang warga Baduy Luar sedang asik memainkan smartphone berbasis android miliknya di sela-sela Seba Baduy di Gor Maualana Yusuf, Ciceri Kota Serang, Sabtu (29/4).

Dikatakan Jaro Saija, dari para pendatang tersebut masyarakat ada Baduy, khususnya Baduy Luar mengenak fungsi dan kemudian memanfaatkannya untuk menunjang aktifitas sehari-hari.
Fungsi sebagai alat komunukasi antar sesama maupun dunia luar menjadi alasan utama telepon genggam berbaring manja digenggaman masyarakat Baduy. Bukan hanya telepon genggam biasa, bahkan gawai dengan sistem Android pun mulai digunakan oleh masyarakat adat.
Sambil melepas lelah perjalanan dari Rangkasbitung Kabupaten Lebak, seorang warga Baduy Luar nampak asik berbaring sambil memainkan smarthphone berbasis android miliknya di warung PKL di sekitar Gor Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang, Sabtu (29/4).
“Dulu kesatuan dan persatuan rendah, sekarang meningkat, kita kan utamakan gotong royong. Bahkan di setiap RT pun ada kas yang buat dipakai oas ada keperluan,” papar Jaro Saija.
Fungsi komunikasi yang tadinya hanya sekadar untuk mengumpulkan masyarakat pun seiring waktu terus berkembang kedalam berbagai hal, salah satunya dunia bisnis. Jaringan sinyal telepon dan internet yang cukup bagus membuat membuat sejumlah masyarakat untuk berjualan produk khas seperti tas rajutan, kain baduy, serta hasil bumi seperti madu dan pisang secara online.
“Emang ada aja yang jualan pake itu (Hp) , ia ada juga (jualan online). Memang engga banyak, tapi hanya dua tiga orang aja,” tutur Jaro Saija.
Dijelaskan Jaro Saija, masyarakat Baduy yang semakin memahami telepon genggam menfaatkannya untuk promosi barang jualan dan menerima pesanan dari pembeli baik sesama masyarakat adat maupun masyarakat luar.
Cerita Jaro Saija dibenarkan oleh Acin, warga Kampung Buleud (salah satu dari 53 kampung yang masuk kawasan Baduy Luar). Menurut pria berusia 30 tahun tersebut, meski masih sedikit, beberapa masyarakat mulai melakukan transaksi jual beli, seperti memesan dan negosiasi harga melalui android.
“Jual madu, atau tas ini (sambil menunjuk pada tas selempang hasil rajutan berwarnah hitam), kalau mau telepon aja. Udah pernah ke Baduy? Kalau mau main ke sana telepon sini aja,” ujar Acin sambil tersenyum dan memgang android miliknya yang berwarna putih dengan balut plip cover berwarna keemasan.
Masyarakat Baduy belum mengenal jasa antar barang seperti JNE, J&T, atau perusahaan jasa pengantar barang lainnya. Karena itu, barang jualan akan diantatkan langsung oleh penjual ke pembeli.
Acin meneritakan pengalamannya mengantarkan barang jualan ke sejumlah derah di Jakarta seperti Kebun Jeruk dan Pal Merah. “Saya pertama tahu Jakarta ikut sama temen, sekarang mah sendirian aja, udah hapal,” ujar Acin terbata-bata.
Kepada Radar Banten Online, ditengah-tengah perbincangan, Acin pun sempat menawarkan barang dagangan. “Tulis nomor saya, nih (menunjukan nomor di kontak android), madu sebotol, Rp 100 ribu, itu yang murni, nanti dianter langsung, rumahnya dimana?” ujar Acin dengan senyum yang terus menempel.
Dari penuturan Jaro Saija dan Acin hubungan masyarakat adat Baduy Luar dengan transaksi jual beli online belum terlalu dalam. Itu terlihat dari belum mengenalnya aplikasi atau situs jual beli online yang sedang hits di Indonesia.
“Belum pernah lihat yang kaya gitu mah, kalau permainan di Hp mah pernah lihat,” ujar Acin saat ditunjukan sejumlah aplikasi jual beli dan media sosial seperti whats app dan facebook.
Untuk mempunyai android atau telepon genggam biasa, masyarakat adat harus jalan kaki atau naik kendaraan umum ke Rangkasbitung. Cara lainnya, membeli dari masyarakat Baduy lain. “Toko mah gak ada, beli pulsa juga ke Rangkas, pokok kalo beli apa-apa biasanya ke Rangkas,” ujarnya. (Bayu Mulyana/coffeandchococak@gmail.com)