MADINAH – Jemaah haji Indonesia gelombang pertama yang tiba di Madina akan menjalani ibadah Arbain, yaitu salat berjamaah empat puluh waktu secara berturut-turut di Masjid Nabawi.
Namun bagi jamaah yang memiliki risiko tinggi (risti), Penanggung Jawab Medis Klinik Kesehatan Haji Indonesia M. Rizki Akbar mengimbau agar tidak memaksakan diri mengikuti Arbain. Menurutnya, ibadah Arbain termasuk kegiatan fisik. Bagi jemaah risti, terutama lansia dengan risiko jantung coroner, aktivitas fisik yang tinggi dapat memicu terjadinya serangan jantung.
“(Kita) selalu mengimbau jemaah yang memiliki risiko, tidak hanya penyakit jantung tapi juga lainnya, untuk tidak memaksakan beribadah arbain. Karena targetnya adalah mereka harus sampai wukuf di Arafah,” ujar dokter spesialis jantung ini di KKHI Madinah, Rabu (2/8), sebagaimana dilansir Kemenag.
Rizki mengungkapkan, imbauan itu sudah disampaikan kepada jemaah sejak di Tanah Air oleh Tim Promotif dan Preventif (TPP) serta petugas kloter. Namun, jemaah sering kali mengalami euphoria setibanya di Madinah, untuk bergegas menjalankan ibadah di Masjid Nabawi, meski secara fisik sebenarnya mereka tidak mampu.
“Beberapa pasien yang kami rawat di sini menunjukan hal itu. Meski mereka sebetulnya tidak sanggup, tapi memaksakan diri untuk beribadah. Hampir sebagian besar pola pasien yang dirawat di KKHI ini seperti itu,” tuturnya.
Konsultan Ibadah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Aswadi mengatakan bahwa menjalankan Arbain tidak menjadi keharusan bagi jemaah, apalagi bagi yang risti. Menurutnya, Arbain tidak ubahnya sebuah proses edukasi disiplin waktu.
“Akan lebih baik menjaga kesehatan untuk antisipasi kesuksesan (pelaksanaan) rukun dan kewajiban hajinya. Menjaga kesehatan lebih baik dari pengobatan. Usahakan jemaah lebih mengutamakan keabsahan haji daripada memburu afdlaliyat (keutamaan), apalagi jika harus kehilangan rukun dan kewajiban hajinya,” ungkapnya. (Kemenag/Aas Arbi)