KEGUNAAN nilai ujian nasional (unas) terus dipereteli. Di era Mendikbud Anies Baswedan dulu, fungsi nilai unas sebagai bagian penentu kelulusan dihapus. Sekarang, di masa Mendikbud Muhadjir Effendy, kegunaan nilai unas pada masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) juga bakal dihapus.
Rencana menghapus fungsi nilai unas sebagai pertimbangan penerimaan siswa baru itu disampaikan Muhadjir di kantor Kementerian Kominfo kemarin (30/8). Dia menjelaskan, penghapusan fungsi nilai unas tersebut adalah konsekuensi dari sistem PPDB berbasis zonasi.
Menurut dia, penerimaan siswa baru berbasis nilai unas justru memicu munculnya sekolah favorit dan tidak favorit. Padahal, dalam konteks pelayanan publik oleh sekolah negeri, tidak boleh terjadi diskriminasi, pembedaan, atau eksklusivitas itu. ”Sekolah negeri itu punya negara. Semua siswa memiliki hak belajar di dalamnya,” katanya.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut menjelaskan, sebagai ganti nilai unas, sistem PPDB murni berbasis jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah. Zonasi dalam PPDB itu berbeda dengan rayonisasi. Zonasi tersebut tidak kaku merujuk pada administrasi desa/kelurahan, kecamatan, maupun kabupaten/kota, bahkan provinsi.
Dalam kondisi tertentu, sistem zonasi bisa diterapkan dengan menabrak batas wilayah desa, kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota. Kunci penerapan sistem zonasi adalah adanya komunikasi dan koordinasi antarkepala sekolah. Dengan begitu, tidak boleh sampai ada sekolah yang sepi dan kelebihan pendaftar.
Sistem zonasi lebih baik ketimbang penerimaan siswa baru berbasis nilai unas. Dia mencontohkan, di Jakarta ada kasus siswa yang rumahnya berseberangan dengan sekolah, tetapi tidak lolos PPDB di sekolah itu. Penyebabnya adalah nilainya terdesak pendaftar lain yang rumahnya jauh dari sekolah. ”Akibatnya, anak ini sekolah di sekolahan yang berjarak 15 km dari rumahnya. Ujungnya dia putus sekolah karena tidak kuat,” ungkapnya.
Kasus-kasus seperti itu tidak boleh terjadi. Sekolah harus ramah terhadap masyarakat di sekitarnya. Anak-anak yang tinggal terdekat dari sekolahan harus diprioritaskan untuk diterima. Dengan demikian, pemerataan akses dan kualitas pendidikan bisa cepat tercapai. (JPC)