Bebenah Banten Lama untuk menyambut/menghormati tetamu yang datang ke Banten Lama. Mereka datang ke Banten, ingin mengetahui Banten lebih dekat lagi, sebagaimana yang mereka dengar, sebagaimana yang mereka baca tentang Banten. Bagi masyarakat Banten, kedatangan para tetamu tersebut, sebagai sebuah silaturahmi yang membawa berkah.
Persoalannya bagaimana keberkahan tersebut, dirasakan juga oleh tetamu yang datang ke Banten Lama. Pemerintah daerah, mencoba untuk menfasilitasi, kenyamanan, keamanan, sehingga para tetamu merasa puas dan ingin kembali lagi ke Banten. Begitupun bagi masyarakat Banten, kehadiran para tetamu untuk bersilaturahmi mengunjungi Bnaten Lama, mendapatkan manfaat, baik memperluas persaudaraan, maupun dalam keberkahan rizki. Hal itu sebagaimana esensi dari silaturahmi. Bentuk fasilitasi oemerintah sebagai pelayan masyarakat adalah ingin memberikan nilai tambah bagi masyarakat Banten, dalam bentuk membenahi Banten agar memberikan daya tarik bagi para pengunjung yang hendak ke Banten Lama.
Bebenah, dalam kamus besar bahasa Indonesia, sebagai kata dasar. Sama dengan kata benah, juga sebagai kata dasar. Berbeda dengan bebersih, tidak ditemukan dalam kamus bahasa Indonesia. Dalam kamus, hanya ada kata bersih. Bebenah, berarti memberesi, mengemasi, merapikan, mengurus. Bebenah Banten Lama, berarti merapikan Banten Lama. Banten Lama sebagai rumah besar, patut kita benahi untuk menyambut tamu-tamu yang hendak ke Banten Lama. Menyambut tamu-tamu yang datang ke Banten, merupakan anjuran ajaran Islam. Sebagaimana dalam Hadis Bukhori, “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya”. Banten Lama sebagai rumah besar, patut kita jaga. Jaga dari kebersihan, dan merapihkan. Bersih dan rapi, atau dalam bahasa Undang-undang Melestarikan, Melindungi, Menata, sama halnya menjaga amanat leluhur Banten yang diwariskan pada masyarakat Banten. Mengotori Banten Lama sebagai rumah besar, sama dengan tidak menghargai para leluhurnya, yang telah merintis Islam sebagai ajaran.
Pada masa pertumbuhan Islam di Banten, Panembahan Maulana Hasanuddin telah menetapkan Banten Lama sebagai tamaddun Islam, sebagai pusat peradaban Islam, dilanjutkan oleh putranya Panembahan Maulana Yusuf yang telah meletakkan dasar dalam pembangunan Kota Banten dengan konsep “Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis”. Kemudian dilanjutkan oleh putra Panembahan Maulana Yusuf, yang bernama Panembahan Maulana Muhammad telah menerapkan sistim moneter sebagai dampak pesatnya perdagangan insuler maupun interinsuler, sistim moneter tersebut dengan diterbitkan mata uang Banten yang dikenal RATU ING BANTEN. SEetelah itu dilanjutkan oleh putranya yang bernama Abulmafakhir Muhammad Abdulkadir Kanari yang telah menata sistem dalam kesultanan. Sistemnya berlandasakan ketuhananan, sebagaimana dalam manuscript disebut, ‘Ar-Rabaniah. Jadi menata rumah besar Banten Lama, sama halnya menjaga ajaran Islam di Banten.
MENATA KAWASAN BANTEN LAMA
Penataan Banten Lama itu, sesunguhnya bukan suatu hal yang baru, boleh dikatakan lanjutan, melanjutkan dari penataan-penataan sebelumnya. Persoalannya dalam program penataan sebelumnya belum terencana secara sistimatik, holistik, konsisten dan berkesinambungan. Demikian juga penataan Banten Lama tahun ini, telah dikhawatirkan oleh Gubernur itu sendiri, khawatir penataan akan hanya menjadi jargon, penataan sesaat, penataan hanya karena untuk sebuah proyek sesaat, penataan bukan untuk semua, penataan hanya untuk memenuhi kepentingan orang perorang, kelompok atau hajat seseorang. Hal itu yang dihawatirkan. sebagaimana penataan tahun 2002, memindahkan terminal/tempat parkir kendaraan, yang berada arah utara Keraton Surasowan (Kebalen) dipindahkan ke arah Barat Keraton Surasowan atau arah selatan Masjid Agung Banten (Sukadiri), telah membuat/menciptakan masalah baru.
Di Sukadiri dibangun tempat parkir baru, dan kios-kios permanen. Namun perkembangan kendaraan dan perkembangan pedagang begitu cepat, sehingga Kebalen sebagai tempat parkir lama digunakan kembali, bahkan sampai masuk dalam pagar Keraton Surasowan. Begitupun para pedagang, telah membangun sendiri, tenda-tenda dagangan di sekeliling Masjid Agung Banten. Tenda-tenda yang dibangun pemerintah di lokasi perparkiran lama di Kebalen, telah ditinggalkan. Para pedagang memilih membangun sendiri, tenda-tenda di dalam pagar Keraton Surasowan. Ketidakjelasan tempat parkir, menjadi tidak jelas peruntukkannya, menjadi mahal biaya perparkirannya, terjadi tumpangtindih pengelolaan.
Menurut Triatmaji, mantan Kepala BPCB(Balai Pelestarian Cagar Budaya) Serang, bahwa pengunjung ke Banten Lama, lebih banyak pengunjungnya, dibandingkan dengan Borobudur. Nilai lebih dari Banten Lama, pintu gerbang jalur Sumatera, yang hendak menuju ke Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dari jalur darat, dan Bandara Internasional, melalui jalur udara. Memang bervariasi tujuan para pengunjung ke Banten Lama, namun menumpuk dalam satu situs. Padahal Banten Lama, tidak pernah disebut sebagai satu situs, Banten Lama adalah sebuah Kawasan, yang terdiri dari berbagai situs. Banten Lama sebagai sebuah kawasan telah ditetapkan dalam sebuah Perda tahun 1990, dalam pasal 2 BAB II, KEDUDUKAN, “Kawasan Banten Lama yang merupakan Kawasan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan ditetapkan sebagai Taman Wisata Budaya”.
BANTEN LAMA SEBAGAI SEBUAH KAWASAN
Menurut Prof Dr Hasan Muarif Ambary, kawasan Banten Lama, terdiri dari Kawasan Banten Lama dalam benteng kota dan kawasan Banten Lama di luar benteng kota. Khususnya dalam kawasan dalam benteng kota Banten, luasnya menurut Prof Dr Hasan Muarif Ambary sekitar 8 km2. Batas benteng kota Banten Lama, berdasarkan garis dinding, denah tahun 1596, pada arah utara, batasnya adalah di Fort Speelwijk. Pada arah barat, batasnya adalah Pacinan Tinggi. Pada arah selatan batasnya Vers le Taman Tasikardi, pada arah timur. Batasnya adalah Karangantu. Kawasan dalam Benteng, terdapat beberapa situs dan monumen-monumen..Menururt L.Serrurier dari 33 klaster, di antaranLnya 8 klaster yang berada di luar kawasan benteng Kota Banten, sisanya berada dalam benteng Kota Banten sekitar 25 Klaster.
Penataan Banten Lama adalah bagaimana menata kembali situs-situs dan bangunan monumental dalam satu Kawasan Banten Lama, dan bagaimana menata kembali nilai-nilai pada masa Islam di Banten Lama. Inilah yang menjadi sasaran yang hendak dicapai dalam penataan Banten Lama. Hal itu sebagaimana dalam pidato pencanangan “Bebersih Banten Lama” yang disampaikan oleh Gubernur Banten yaitu “Kembali pada Akar Budaya Banten”, baik tangible (fisik), maupun intangible (non fisik/nilai-nilai) yang pernah hidup pada masanya.
REVITALISASI KAWASAN BANTEN LAMA
Merevitalisasi Banten Lama, berarti merivitalisasi kotanya, merivitalisasi budaya dan pradabannya. Revitalisasi Kota Banten Lama dan Revitalisasi budaya dan pradabannya. Kota dan peradabannya yang telah dirintis oleh para sultan. Di Kesultanan Banten telah menjadikan Banten sebagai Imperium dan Emperium yang disegani hingga mancanegara.
Pada masa pertumbuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara, Syarif Jahed dari Mekkah, telah menitipkan dan mengamanahkan pada Banten untuk memberikan gelar-gelar Sultan pada kerajan-kerajaan di Nusantara. Sebagaimana dalam manuscript, pada pupuh Asmarandana 22, teks G.Lor 7389. “ Lan Ratu Mataraam iki, isun jenengaken ika, lan Ratu Makassar mangko, iki sun arani Sulthan Haji, kang nekakena Sulthan, Banten besyuk iku, kabeh kang nekakena”.
Menurut Prof Dr Titi Pujiastuti, kata-kata nekakena, mengandung makna mentasbihkan. Siapa yang patut mentasbihkan Sultan-Sultan di Nusantara ini. “kang nekakena Sulthan besyuk Banten”. Jadi yang patut mentasbihkan sultan sebagai gelar adalah dari Banten.
Bahkan Negara Eropa pun segan terhadap Banten, sehingga dalam masa kesultanan di Nusantara, hanya Banten yang memiliki utusan duta sebagai duta besar di Inggris. Antara lain Ngabei Naya Wipraya dan Ngabei Jaya Sedana. Mereka mendapat jukukan “Knight”. Masing-masing dengan gelar Sir Abdullah untuk Ngabei Naya Wipraya dan gelar Sir Achmet untuk Ngabei Jaya Sedana. Pemberian kehormatan tersebut dilakukan oleh Raja Karel II, pada masa Sultan Abdul Kahar Aboen Nasser, sekitar tahun 1682.
Banten sebagai imperium, dihormati dan disegani di nancanegara, begitupun sebagai emperium, Banten diperhitungkan sebagai bandar internasional. Sebagaimana diketahui bahwa dalam abad ke-17, di dunia hanya terdapat 7 bandar yang berkelas internasional, antara lain; Aden di laut Merah, Hormuz dan Bandar Abbas di Teluk Parsi, Cambay, Calicut di pantai Malabar, Orissa dan Benggala di Teluk Benggala, Malaka di Selat Malaka, Banten di Pantai Utara Jawa, Aceh Darussalam di Sumatera dan Makasar. Banten sebagai emperium terbesar dalam abad ke-16, sehingga disebut “ The Long Sixteenth Century”. Yaitu emperium abad 16 yang panjang juga disebut Banten berada dalam jaringan Long Distance Trade yang mencakup seluruh dunia, sehingga di Banten terdapat permukiman-permukiman orang asing seperti Koja, Kebalen, Dermayon, dan lain-lain.
CAGAR BUDAYA BANTEN LAMA
Pada waktu Pencanangan Bebersih Banten Lama, antara lain, ada kegiatan menyusuri Banten Lama, dimulai dari alun-alun, berjalan melewati Bastion pada bagian barat daya, lalu melewati jembatan kanal yang telah direvitalisasi tahun 2002. Berhenti sejenak di Sukadiri. Rombongan survei seakan-akan merasa ada getaran di Sukadiri di satu sisi dan kecewa di sisi lain.
Memang betul di Sukadiri merupakan situs Industri Gerabah. Menurut Prof Dr Hasan Muarif Ambary, nama lain dari Sukadiri adalah Panjunan. Panjunan, sebagaimana yang disebut oleh L. Serrurier adalah klaster/permukiman ahli dalam membuat herabah. Panjunan sebagai situs industri gerabah telah dilakukan ekskavasi pada tahun 1976/1977, telah ditemukan alat-alat industri gerabah antara lain; pelandas, landasan roda putar, cetakan tanah liat, wadah pelebur (BPA, 1976, 35-37). Di sisi lain kecewa, bangunan perparkiran dan kios-kios telah tidak difungsikan lagi. Kebesaran Banten lama, di antaranya adalah Panjunan di Sukadiri.
Dari Sukadiri melanjutkan perjalanan menuju ke arah barat, dari Masjid Agung Banten, melewati lorong-lorong sempit, di pelipir-pelipir rumah penduduk, yang dalam peta tahun 1596, direkonstruksi oleh Denys Lombard, merupakan jalan kanal, yang bertemu dengan kanal arah utara Masjid Agung Banten, di Pamarican.
Kanal arah utara Masjid Agung masih nampak, hanya belum direvitalisasi. Pada kanal utara ini terdapat bangunan Jembatan Rantai, yang masih Nampak, ajeg. Hanya ruang kanalnya menyempit, dan penuh dengan enceng gondok. Penyempitan hingga sudah tidak nampak lagi, ruang kanalnya adalah pada arah timur laut dari Keraton Surasowan, yang seyogyanya di situ terdapat situs Syahbandar.
Peran kanal, yang terdapat bangunan Jembatan Rantai, itulah kebesaran Banten Lama. Kesultanan di Nusantara yang menggunakan sitim “tolhuis” setelah itu bisa melewati Jembatan Rantai adalah di Kesultanan Banten. Ahirnya penyusuran Banten Lama, berhenti di Bangunan Keraton Surasowan. Masjid Agung Banten, Keraton Surasowan yang telah disusuri, telah ada dalam sket dalam peta tahun 1596. Dua bangunan tersebut mempunyai nilai penting dalam kunjungan Kolonial Belanda ke Kota Banten Lama.
Cagar Budaya Banten Lama, adalah bagaimana melestarikan, melindungi situs-situs dan bangunan monumental, hal itu sebagai perintah dari Undang-Undang Cagar Budaya. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menghidupkan kembali situs-situs dan bangunan monumental yang tersebar di kawasan Banten Lama, bagaimana menetapkan zonasinya, sehingga menjadi jelas untuk fungsi, peran, manfaat dari kawasan tersebut, menjadi jelas peruntukkannya, khususnya dalam menunjang dan menyanggah kepurbakalaan yang terdapat di kawasan Banten Lama.
Dalam Perda tahun 1990, Banten Lama telah memiliki kerangka Zonasi/pemitakatan. Namun dalam kaitannya dengan kegiatan penataan Banten Lama, nampaknya perlu dirinci lagi, mana zoning inti, zoning penyangga, dan zoning pengembang. Dalam prisnsip-prinsing zonasi ini sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010 adalah; zona inti adalah area perlindungan utama untuk menjaga bagian terpenting Cagar Budaya. Zona penyangga adalah area yang melindungi zona ini dan Zona pengembang adalah area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi Cagar Budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan. *