SERANG – Visi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Wahidin Halim-Andika Hazrumy untuk memberikan layanan kesehatan gratis dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) dinilai berbenturan dengan program strategis nasional (PSN) yaitu Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Demikian diungkapkan oleh Direksi Deputi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Wilayah Banten-Kalimantan Barat-Lampung, Benjamin Saut PS dalam Public Expose ‘Jaminan Kesehatan Semesta Sudah di Depan Mata’ di kantor BPJS Kesehatan Wilayah Banten-Kalimantan Barat-Lampung, Kebonjahe, Kota Serang, Selasa (2/1).
Menurutnya, di akhir 2017 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN. Di dalam inpres Presiden menekankan kepada gubernur untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada bupati dan walikota dalam melaksanakan JKN. “Kalau ini (pengobatan gratis menggunakan KTP-red) dijalankan jelas ini berbenturan dengan yang ada dalam Inpres,” ujarnya.
Kata dia, selain itu, instruksi selanjutnya dalam inpres tersebut mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN, memastikan bupati dan walikota mengalokasikan anggaran serupa, dan mendaftarkan seluruh penduduknya sebagai peserta JKN. Menyediakan sarana dan prasarana, serta SDM kesehatan di wilayahnya, memastikan BUMD mendaftarkan pengurus dan pekerja serta anggota keluarganya dalam program JKN sekaligus pembayaran iurannya. “Selain itu gubernur diinstruksikan untuk memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN,” katanya.
“Pelayanan publik yang dimaksud yaitu perizinan usaha izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing, izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, atau izin mendirikan bangunan (IMB),” tambahnya.
Hampir sama seperti yang diperintahkan kepada gubernur, kata dia, Presiden menginstruksikan kepada bupati dan walikota untuk mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN. Menurut pria yang akrab disapa Ben ini, kalau pun mau dilaksanakan maka sistemnya diintergrasikan dengan program JKN-KIS. “Kalau sepakat diintergrasikan maka langsung melakukan verifikasi data dengan Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil-red),” katanya.
Menurutnya, dari beberapa kasus yang ada, penerapan program kesehatan dengan menggunakan APBD ini berdampak pada over budget, sehingga seharusnya pemerintah daerah bisa menambah fasilitas kesehatan karena itu tidak bisa ditambah. Padahal, jika dihitung disparitas faskes di wilayah Banten Utara dan Selatan sangat terlihat jelas. “Tahun 2018 ini penegakan kepatuhan. Jadi harus sudah dilakukan,” katanya.
Ia juga menjelaskan, selama ini pihaknya menyambut baik program Gubernur dan Wakil Gubernur dengan beberapa kali melakukan pembahasan bersama dengan pemerintah daerah baik dengan wakil gubernur, sekretaris daerah, dan instansi terkait lain. “Kita sedang membangun pemahaman terkait dengan program tersebut. Sehingga ke depan bisa berjalan menuju universal health coverage (UHC) sebagaimana yang ditargetkan selesai di tahun 2019,” katanya.
Selain itu, Ben mengungkapkan, saat ini di Provinsi Banten kepesertaan BPJS baru mencapai 8.157.582 penduduk dari jumlah penduduk berdasarkan data Disdukcapil sebanyak 10.382.590 penduduk atau 79 persen. “Ada sekira 2,3 juta penduduk yang belum tercover BPJS,” katanya. “Di Banten yang mencapai UHC baru ada Kota Tangerang sudah mencapai 98 persen,” tambahnya.
Asisten Deputi Bidang SDM Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Wilayah Banten-Kalimantan Barat-Lampung Misbahudin mengatakan, satu daerah sudah dikategorikan UHC jika sudah mencapai 95 persen penduduk dalam kepesertaan program JKN-KIS. “Untuk mencapai UHC di kabupaten/kota tentu kita akan mengoptimalkan peran pemda sesuai dengan inpres. Tentu ini menjadi senjata tambahan untuk mempercepat UHC,” katanya.
Ia memaparkan, sejauh ini dari delapan kabupaten kota se-Banten, baru Kota Tangerang yang sudah mengintegrasikan Jamkesda dalam program JKN-KIS dan sudah mencapai UHC. “Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang sudah berkomitmen pada tahun 2018 capaian UHC akan terealisasi 100 persen,” katanya.
Dia merinci, penduduk Kabupaten Tangerang yang sudah terdaftar menjadi peserta JKN-KIS baru 87 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 2.619.803 jiwa. Kota Tangsel baru 59 persen dari total penduduk 1.244.204 jiwa. Sedangkan Kabupaten Pandeglang 74 persen dari total penduduk 1.175.148 jiwa, Kabupaten Lebak 77 persen dari jumlah penduduk 1.222.258 jiwa. Kemudian Kabupaten Serang baru 75 persen warganya yang menjadi peserta JKN-KIS dari total jumlah penduduk sebanyak 1.435.003 jiwa. Kota Cilegon 89 persen dari total penduduk 404.426 jiwa dan Kota Serang menjadi yang terendah hanya 52 persen dari jumlah penduduk 630.320 jiwa. (Fauzan D/RBG)