SERANG – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Banten menyoroti mahalnya tarif masuk wisata pantai terbuka di kawasan objek wisata Anyar-Cinangka. ORI juga menilai bahwa pungutan oleh pengelola pantai dengan dalih tiket masuk kepada wisatawan dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). Hal itu dipicu pengelola wisata tidak memiliki izin operasional atau ilegal, serta tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Jumat (12/1), ORI Perwakilan Banten melakukan pertemuan dengan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Serang. Antara lain Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar), Bagian Hukum Setda, dan Bagian Pemerintahan Setda di Sekretariat ORI Perwakilan Banten, Jalan Lingkar Selatan, Ciracas, Kota Serang. Pertemuan itu dalam rangka penyampaian hasil pelaporan dan investigasi ORI terkait tarif wisata di kawasan Anyar-Cinangka.
Kepala ORI Perwakilan Banten Bambang Poerwanto Sumo mengungkapkan, hasil laporan dari masyarakat dan investigasi timnya di lapangan banyak keluhan soal tingginya tarif masuk wisata pantai terbuka di kawasan objek wisata Anyar-Cinangka. Mulai dari tarif Rp100 ribu hingga Rp800 ribu. “Ini luar biasa. Tapi, pengelola pantai tidak menyumbang pendapatan daerah karena wisata pantai terbuka belum memiliki izin pariwisata termasuk pengelolaan parkir,” tegas Bambang usai pertemuan.
Menurut Bambang, meskipun tanah yang dijadikan objek wisata pantai milik pribadi, pengelola wisata mempunyai kewajiban melakukan perizinan kepada pemerintah daerah. Harus dipisahkan antara tiket parkir dengan tiket masuk wisata dan pajak penghasilannya masuk ke Pemkab. “Jika tidak maka pungutan oleh pengelola wisata bisa dikategorikan pungli,” ucapnya.
Bambang juga menyoroti, banyaknya keluhan masyarakat yang kesulitan mengakses ke pantai yang dikelola pihak perhotelan yang tidak menyediakan akses jalan menuju pantai. “Harusnya di antara hotel itu ada jalan untuk akses masyarakat ke pantai. Masa, ingin ke pantai saja harus bayar?” tukasnya.
Lantaran itu, ORI mendesak Pemkab agar segera membuat regulasi yang mengatur soal tarif pantai. Mulai dari tarif parkir, tarif masuk wisata, sampai standar harga kuliner di kawasan wisata. Hal itu agar Pemkab dinilai bisa melindungi hak pelayanan publik untuk berwisata. “Pengelola wisata juga diimbau segera melakukan perizinan ke Pemkab. Kita ingin pengelolaan wisata lebih baik dan pendapatan daerah meningkat karena potensi pendapatan daerah dari wisata cukup tinggi,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Kasi Perparkiran Dishub Kabupaten Serang Opan Baehaqi mengaku, sudah melakukan pertemuan dengan beberapa OPD untuk membahas persoalan tarif wisata pantai terbuka. Hasilnya, OPD sepakat untuk membentuk regulasi tarif wisata. “Usulannya, tiket masuk pantai dan parkir dipisah,” ungkapnya.
Opan menambahkan, Pemkab saat ini baru membentuk Perda Tarif Parkir. Pihaknya masih mencari regulasi payung hukum untuk membentuk perda tarif masuk wisata. “Kita harus cari dulu undang-undang di atasnya soal tarif masuk wisata ini, ada apa enggak,” ucapnya.
Berdasarkan catatan Opan, ada sekira 30 pantai terbuka yang beroperasi di kawasan objek wisata Anyar-Cinangka. Setelah perda dibentuk, lanjutnya, segera disosialisasikan kepada pengelola wisata pantai terbuka untuk segera menaati perda. “Jika tidak ditaati aturan nanti, akan ada sanksi-sanksi tertentu,” pungkasnya. (Rozak/RBG)