SERANG – Meski menjadi salah satu daerah penghasil gabah, tetapi kenaikan harga beras ternyata dirasakan masyarakat Banten. Lantaran itu, Bulog diminta untuk ikut berperan mengatasi dengan cara membeli gabah petani Banten.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid mengatakan, semestinya ketersediaan beras di Banten lebih dari cukup. Sebab, hasil pertanian di Banten pada 2017 cukup besar hingga mencapai lebih dari 2.420.000 ton. “Angka itu kalikan dengan 62,7 persen yang jadi beras sekitar satu jutaan (ton-red) sekian,” katanya di halaman kantor Gubernur Banten, Senin (15/1).
Dengan jumlah tersebut, Agus menilai, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan Banten. Terlebih, saat ini sebagian sawah petani sedang dalam masa panen hingga puncaknya pada pertengahan Februari. “Kalau hitungan angka produksi semestinya cukup, tapi kita menguasai produksi, dan tidak menguasai jalur distribusi. Itu yang jadi faktor pembatas,” ujarnya.
Tidak dikuasainya produksi dan distribusinya tersebut, membuat gabah petani keluar Banten. Oleh karena itu, Agus meminta agar Bulog ikut berperan dengan membeli gabah petani Banten. “Sampai sekarang juga Bulog tidak melakukan pembelian hasil panen dari petani, nah ini yang jadi PR (pekerjaan rumah-red),” katanya.
Menurutnya, tidak turunnya Bulog ke lapangan membuat kontrol terhadap peredaran gabah keluar tidak bisa dielakkan. Padahal dengan Bulog ini setidaknya bisa mengimbangi ketersediaan beras dari pasokan lokal. “Di sinilah buper stok yang dilakukan Bulog yang harus melakukan otcup (pembelian-red),” katanya.
Selain mengandalkan Bulog, Agus mengatakan, pihaknya sedang mengupayakan langkah membentuk badan usaha milik daerah (BUMD). Badan ini untuk menampung produksi gabah atau beras petani lokal Banten. “Kondisi ini yang jadi PR, makanya tadi kita rapat pembentukan BUMD di Banten untuk ketahanan pangan menjadi keharusan. Kalau itu terjadi, Banten akan melakukan otcup (pembelian gabah petani),” katanya.
Terkait impor beras yang akan dilakukan pemerintah pusat, Agus mengatakan, tentu ada pertimbangan sendiri atas kebijakan tersebut. “Jakarta punya kebijakan impor, tapi kami berada dengan petani Banten tentu harus memberikan informasi sekarang kita sedang memasuki panen,” katanya.
Meski tidak mengatakan secara tegas, Agus secara tersirat menolak kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pemerintah harus bisa melindungi petani. “Kita harus melindungi petani sepanjang tidak mengorbankan kepentingan konsumen,” ujarnya.
Meski hasil panen tidak bisa langsung dijual dalam pasaran dan masih membutuhkan waktu untuk bisa diproses, Agus memprediksi, Banten mampu menghasilkan lebih dari 500 ribu ton pada panen tiga bulan ke depan. “Bukan menolak (impor beras-red) mentah-mentah tapi kita akan sampaikan data Banten tiga bulan ke depan, kita panen. Inilah Banten, angka di Januari beras kita 150 ribu ton, di Februari 188 ribu ton, dan Maret 270 ribu ton, dan dihitung kita mencapai 500 ribu ton,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Babar Suharso mengatakan, beras sebagai komoditi perdagangan perlu dijamin ketersediaannya. “Beras harus dipertahankan tidak boleh langka,” katanya.
Selain ketersediaan, lanjut Babar, harga juga perlu dikendalikan agar tidak mengalami lonjakan tinggi. Apalagi, melonjak hingga 20 persen dan berlangsung selama hampir dua minggu. “Ini tugas pemerintah bersama-sama Bulog mengendalikan harga agar tidak terlalu tinggi, dan ini sudah kita koordinasikan untuk operasi pasar (OP),” katanya.
Kata dia, OP dilakukan di tujuh pasar setiap hari. Yakni di Pasar Ciledug, Anyar Tangerang, Pasar Rau, Pasar Lama Kota Serang, Pasar Kranggot, Merak dan Blok F Cilegon. “Sudah seminggu ini sudah berjalan,” katanya.
Ia mengatakan, OP dilakukan sebagai langkah jangka pendek. Pihaknya bahkan sudah menegur Bulog agar memerhatikan kualitas beras yang diperjualbelikan lewat OP. “Jangan sampai masyarakat komplain dan alhamdulillah sudah dikoleksi dulu,” katanya.
Selain operasi OP, Babar mengatakan, melakukan koordinasi dengan lumbung-lumbung pangan masyarakat agar mengeluarkan stok pangannya baik dalam bentuk gabah atau beras.
JADI PROGRAM BULOG
Kepala Seksi Pelayanan Publik Bulog Divre Serang Khaerul mengatakan, pembelian gabah sudah menjadi program Bulog. Namun, pembelian gabah itu akan dilakukan saat panen raya nanti. Lantaran saat ini, harganya masih di atas harga pokok penjualan (HPP). “Karena belum semuanya panen,” ujar Khaerul.
Kata dia, berdasarkan HPP harga gabah kering panen yakni Rp3.700, gabah giling Rp4.600, dan beras Rp7.300. Sebenarnya, tak hanya tahun ini, sejak 2016 lalu, Bulog juga kerap membeli gabah para petani. Namun, saat ini belum dilakukan karena panen belum merata.
Saat ini, harga beras, terutama medium masih tinggi di pasaran. Sejak Desember 2017 lalu, ia mengaku Bulog sudah melakukan operasi pasar (OP). Hanya saja minatnya masih rendah. Namun, bulan ini minatnya semakin tinggi. Untuk itu, kuota beras untuk OP terus ditambah agar harga beras medium turun. Kemarin, Bulog sampai mengucurkan 20 ton beras untuk OP di Pasar Induk Rau dan Pasar Lama, Kota Serang.
Ia memastikan, stok beras di gudang Bulog masih aman sampai lima bulan yakni sekira 2.600 ton. Tingginya harga beras di pasaran dikarenakan sedang musim tanam dan ada juga yang terkena serangan hama wereng. “Meskipun ada yang sudah panen, tapi tidak merata,” ungkap Khaerul.
OP yang dilakukan di dua pasar di Ibukota Banten itu cukup bagus. Saat ini, sudah terdaftar 15 pedagang yang bekerja sama dengan Bulog untuk penjualan beras OP. Setiap pedagang tidak dibatasi kuota. “Jual cash and carry. Kami juga melihat tempat dan kebutuhan pedagang. Kalau tempatnya sempit kan tidak mungkin juga didrop banyak-banyak,” terangnya. Harga beras OP Bulog itu dibanderol ke konsumen sebesar Rp9.300 per kilogram.
Khaerul mengaku saat ini belum melakukan OP di Kota Cilegon karena belum ada pedagang yang berminat. Bulog baru menjualnya ke konsumen. Sementara, OP di Kabupaten Serang belum dilakukan.
Selain upaya menekan harga melalui OP di pasar, ia mengatakan, Bulog bekerja sama dengan masyarakat juga membuat Rumah Pangan Kita untuk mendekatkan Bulog dengan masyarakat yang ada di pedesaan. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu ke pasar untuk membeli kebutuhan. Lantaran selain beras, Rumah Pangan Kita juga menjual kebutuhan lain seperti minyak dan daging. (Supriyono-Rostinah/RBG)