SERANG – Ekspektasi masyarakat Banten terhadap Gubernur masih jauh dari harapan. Hampir satu tahun Wahidin Halim menjadi orang nomor satu di Pemprov Banten masih belum mampu memuaskan publik.
Salah satu yang belum memuaskan publik adalah tak tercapainya target serapan anggaran triwulan I APBD Banten tahun anggaran 2018. Ditargetkan 15 persen, tetapi baru terealisasi 12 persen. Rendahnya serapan itu membuat partai oposisi mengembuskan rasa pesimistis terhadap perubahan di Banten.
Ketua Fraksi NasDem DPRD Banten Aries Halawani menilai, rendahnya serapan anggaran triwulan I sehingga jauh dari target yang telah ditetapkan, menunjukkan ada yang salah dalam persiapan. “Kalau persoalan perangkat tidak siap, dianggap menghambat dalam penyerapan anggaran. Ini tidak bisa diterima sebagai dasar permakluman. Apa pun alasan dan dalih Gubernur, sistem yang belum sempurna, SDM rendah, itu justru membuktikan persiapannya enggak matang. Enggak boleh begitu dong bahasanya. Pemimpin harus tegas,” sindir Aries, Selasa (3/4).
Politikus senior NasDem ini menambahkan, semakin banyak alasan menunjukkan lemahnya kinerja pemimpin. Aries menyarankan, Gubernur seharusnya konsisten, mana kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang tidak bekerja serius, mana yang bekerja serius. Jadi, yang tidak serius diberikan sanksi, kalau tidak mau bekerja keras diganti. “Jangan tarik ulur kepentingan. Akibatnya, rotasi dan mutasi kepala OPD terlambat. Ujungnya kinerja OPD malah drop,” ungkapnya.
Rendahnya serapan anggaran berimbas pada pelayanan publik. Kalau profesional, kata Aries, tidak akan seperti itu. Gubernur bekerja tidak sendiri, ada wakil gubernur, ada sekda, BKD, BPKAD, dan sebagainya. “Sebetulnya kalau mau mengubah sistem jangan mendadak. Harusnya SDM-nya dulu dipersiapkan, baru sistem dimatangkan apakah aplikasi Simral atau aplikasi e-government lainnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, semangat awal yang dibangun sebenarnya memberi harapan, semua program dan kegiatan OPD dipantau dan dievaluasi setiap bulan. “Tapi, faktanya kan tidak mencapai target. Berarti menunjukkan kinerja lemah. Indikatornya kan pembangunan. Kalau enggak tercapai, ya enggak wajar dong,” tegasnya.
Apa yang disampaikannya, menurut Aries, untuk perbaikan Banten ke depan. Gubernur harus juga menghormati Dewan kalau ada kritikan. Kalau ada kendala, Gubernur bisa mengundang ketua fraksi, ketua komisi, dan alat kelengkapan Dewan lainnya ke pendopo gubernur. “Sehingga semua ikut terlibat aktif sesuai kewenangan masing-masing. Selama ini tidak pernah dilakukan. Jangan sampai ada anggapan, kita mitra pemerintah enggak boleh ikut campur untuk perbaikan Banten,” urai Aries.
Politikus PPP Muflikhah ikut menyayangkan tidak tercapainya target serapan anggaran triwulan I oleh Pemprov Banten. Kendati begitu, Muflikhah tidak sepenuhnya menyoroti kinerja gubernur. Menurutnya, serapan anggaran bergantung pada eksekutor atau OPD, bukan pada leader atau gubernur dan wakil gubernur. “Memang triwulan I di semua daerah hampir tidak ada yang mampu mencapai target yang telah ditentukan di awal. Beruntung capaiannya lebih dari sepuluh persen, kalau di bawah sepuluh persen, ini harus dievaluasi besar-besaran,” katanya.
Muflikhah yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Banten ini menambahkan, secara umum triwulan I dipahami masyarakat sebagai pemanasan. “Orang awam menyebut triwulan I waktu untuk mengumpulkan duit, baru fokus ke program. Makanya, seperti ini adanya capaian serapan anggarannya,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, komisi-komisi di DPRD Banten pun belum melakukan rapat kerja dengan OPD yang menjadi mitra kerja sehingga belum mengetahui pasti kendala yang dihadapi OPD. “Kalau di rapat biasa, bukan rakor, OPD ngakunya sudah mencapai 15 persen. Saya sebagai koordinator Komisi II belum bisa memastikan apakah OPD mitra Komisi II serapan anggarannya di bawah lima persen semua pada triwulan I,” tuturnya.
Serapan 12 persen Pemprov Banten pada triwulan I, secara pasti baru akan diketahui Dewan setelah komisi-komisi menggelar rakor dalam waktu dekat ini. “Rakor komisi triwulan I baru akan dilakukan awal April ini, baru kita ketahui berapa capaian sebenarnya. Bisa saja malah kurang dari 12 persen atau sebaliknya lebih,” tegasnya.
Hanya saja, lanjut Muflikhah, bila benar triwulan I tidak mencapai target, ini jelas langkah awal yang kurang mulus. Nanti OPD di triwulan II terbebani target sehingga mencoba menyerap anggaran sebesar-besarnya tanpa memperhatikan output dan outcome dari program dan kegiatan yang dilakukan. “Ini jelas akan menjadi pertaruhan di akhir tahun, saat Pemprov menyusun laporan keuangan tahun anggaran 2018,” jelasnya.
PPP, lanjutnya, partai di luar pengusung maupun pendukung gubernur dan wakil gubernur saat ini tidak menginginkan pembangunan Banten menurun. Persoalan lelang yang terlambat, penerapan berbagai aplikasi teknologi yang belum siap, harusnya hal itu sudah diantisipasi sejak awal.
“Teknologi informasi yang sekarang diterapkan harusnya mempermudah bukan mempersulit. Pekerjaan berat Pak WH dan Pak Andika (Wagub Andika Hazrumy-red) adalah segera melakukan penguatan OPD. Satu tahun ini memang belum optimal kenyataannya. Kalau begini terus, Banten yang sudah berusia 17 tahun bisa stagnan. Mari kita evaluasi bareng-bareng demi Banten yang kita harapkan bersama!” ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Wahidin Halim tidak mempersoalkan hasil evaluasi seluruh OPD di lingkungan Pemprov Banten yang baru tercapai 12 persen serapan anggarannya. Ia tidak mengelak hal itu sebagai bentuk keterlambatan. “Ya, enggak pakai tercapai, wong kita baru mulai. Tercapai nanti di akhir tahun,” katanya saat jeda rapat pimpinan di aula Bappeda Banten, Senin (2/4).
Capaian tersebut enggan disebutnya tidak memenuhi target realisasi 15 persen dari total APBD Banten sebesar Rp10 triliun. Menurutnya, ada proses penyesuaian dengan perubahan Simral dan pembayaran nontunai. “Enggak ada target karena kita ada perubahan sistem. Pembayaran nontunai, ada juga perubahan dengan sistem Simral. Ya wajar, biasa itu mah,” kilahnya. (Deni S/RBG)