Mengaji pasaran di pesantren-pesantren salafi di Indonesia sudah menjadi tradisi rutin yang masih bertahan sampai sekarang. Tak terkecuali dengan pesantren di Kota Cilegon yang belakangan justru dikenal sebagai kota industri.
KHOIRUL UMAM – CILEGON
Pengajian pasaran atau ngaji pasaran adalah proses pembelajaran yang dilakukan di pondok pesantren ketika Ramadan tiba. Biasanya pengajian pasaran ini dilakukan sejak awal Ramadan sampai hari ke-20 Ramadan. Dan biasanya pengajian pasaran digelar di berbagai pesantren-pesantren salafi atau semi salafi. Yaitu pesantren yang sudah mengadopsi pendidikan umum seperti sekolah sambil tetap mengajarkan kitab kuning.
Namun, untuk kitab yang digunakan, biasanya setiap pesantren berbeda. Seperti di Pesantren Al-Khairiyah, Kelurahan Citangkil, Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon. Untuk ngaji pasaran pada tahun ini sudah dilakukan sejak awal Ramadan dan rencananya akan dilaksanakan sampai 10 Juni atau lima hari menjelang Lebaran.
Pada tahun ini, kitab yang digunakan atau dikaji adalah Kitab Ta’lim Muta’allim dan Fathul Aqfal. Dua kitab ini digunakan untuk pengajian pasaran yang pesertanya khusus para santri yang mesantren di Al-Khairiyah. Sedangkan untuk pengajian pasaraan yang dibuka untuk umum, kitab yang dikaji yaitu Kitab Al-Hikam dan Jalaul Afham. “Pengajian dimulai dari jam 22.00 WIB-03.00 WIB atau menjelang sahur,” kata ustaz pengajar ngaji pasaran Pesantren Al-Khairiyah, Yayat Hidayat kepada Radar Banten, kemarin (22/5).
Pengajian pasaran di Pesantren Al-Khairiyah sudah dilaksanakan sejak tahun 2012. Untuk peserta pengajian pasaran umum banyak diikuti oleh berbagai latar belakang profesi. Ada pengusaha, aktivis, pengajar, dan juga mahasiswa. Bahkan ada juga seniman yang ikut pengajian pasaran di Al-Khairiyah.
Untuk para seniman yang ikut pengajian pasaran baru yang berasal dari Kota Cilegon. Sedangkan dari daerah lain masih belum diketahui. “Yang saya tahu komunitasnya saja. Kalau senimannya seniman apa, saya juga enggak tahu,” tutur Yayat.
Jika dilihat dari kitabnya, kitab yang digunakan untuk pengajian pasaran para santri Al-Khairiyah adalah kitab yang isinya tentang bagaimana seorang santri yang mencari ilmu bisa mendapatkan ilmu dari ustaznya di pesantren sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan Kitab Fathul Aqdal adalah Kitab Syarah Tuhfatul Athfal yang isinya tentang tata cara belajar mengaji Alquran.
Sementara, untuk kitab yang digunakan pada pengajian pasaran untuk umum adalah Kitab Al-Hikam. Diketahui Kitab Al-Hikam adalah kitab tentang tasawuf dan tarekat. Untuk mempelajari kitab ini tidaklah mudah. Butuh pemahaman yang mendalam dan harus benar-benar minta penjelasan jika ada yang tidak dimengerti.
Berbeda dengan Pesantren Al-Khairiyah, di Pesantren Al-Inayah, di Lingkungan Jerang Ilir, Kelurahan Karang Asem, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon, pengajian pasaran hanya ditujukan untuk para santri. Sedangkan kitab yang digunakan adalah kitab Matan Jurimiyah, Nadzham Maqsud, dan Al-Ghoyah Ibnu Malik. “Yang dikaji kitab ini, karena sasaran agar para santri bisa mengerti dan memahami cara membaca kitab kuning yang biasanya tanpa tanda baca,” kata Pengajar Pesantren AL-Inayah Sonhaji.
Untuk waktunya, pengajian pasaran di Pesantren Al-Inayah terbagi tiga. Ada yang malam dimulai sekira pukul 21.00-23.30 WIB, pagi pukul 05.30-06.30 WIB, dan siang pukul 12.30-15.00 WIB.
Pengajian di Pesantren Al-Inayah memfokuskannya pada pengajian nahwu dan sharaf. Yaitu pengajian yang mengajarkan para santri untuk bisa membaca bahasa Arab atau kitab kuning. “Ada juga Kitab Tufatu Saniyah. Kitab ini adalah kitab warisan secara turun-temurun sejak Pesantren Al-Inayah berdiri. Jadi ciri khas pesantren ini,” ujar Sonhaji.
Pengajian pasaran ini akan terus bertahan setiap tahun selama bulan Ramadan. Karena kegiatan ini sudah menjadi tradisi di pesantren. Khususnya pesantren di Indonesia. (*)