SERANG – Polisi terus membidik dugaan keterlibatan Camat Kragilan Ajuntono. Kali ini, penyidik akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengungkap peran pejabat eselon III di lingkungan Pemkab Serang itu dalam kasus pemalsuan dokumen otentik berupa surat tanah di Desa Silebu, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang.
“Sampai saat ini kita masih butuhkan keterangan dari beberapa ahli. Salah satunya dari BPN,” kata Kasatreskrim Polres Serang Ajun Komisaris Polisi (AKP) David Chandra Babega kepada Radar Banten, Minggu (15/7).
Dugaan keterlibatan Ajuntono atas pemalsuan surat tanah, bermula dari pengungkapan mafia tanah di Desa Silebu. Kasus tersebut menyeret Kades Silebu Saepudin sebagai tersangka. Sementara, koordinasi dengan BPN dibutuhkan untuk mengungkap peran Ajuntono yang dituding secara sengaja menandatangani dokumen surat tanah palsu tersebut.
Dalam penyidikan kasus ini, Kamis (5/7), Ajuntono telah dipanggil polisi untuk memberikan keterangan. Kasus tersebut juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang. Jaksa peneliti Kejari Serang pun telah memberikan petunjuk kepada polisi untuk mendalami peran Ajuntono. “Secara legalitas, surat tanah itu memang sah dan asli. Yang dipalsukan itu kan ahli warisnya. Makanya, kami perlu koordinasi dulu dengan beberapa ahli. Peran yang bersangkutan (Ajuntono) ini memenuhi unsur pidana atau enggak,” beber David.
Pemalsuan dokumen negara berupa surat tanah itu bermula dari rencana PT Sinar Dajili Makmur (SDM) membangun sebuah perumahan. Pembangunan itu membutuhkan tanah seluas 50 hektare di Desa Silebu. PT SDM mempercayakan pembebasan lahan tersebut kepada Saepudin selaku Kades Silebu.
Permintaan itu disanggupi Saepudin. Dana sebesar Rp4 miliar digelontorkan PT SDM untuk pembebasan lahan seluas 15 hektare. Dana tersebut tidak digunakan Saepudin untuk melakukan pembebasan tanah.
Saepudin bersama empat koleganya bernama Ade Suprihatin, Mahdum, Jumroni alias Kidung, dan Sainan kemudian merekayasa kepemilikan tanah. Modusnya, memalsukan sidik jari pemilik tanah dan memalsukan nama ahli waris. Salah satunya lahan milik Wahab di Blok 006, Desa Silebu, seluas 2.024 meter persegi. Caranya, Wahab dinyatakan telah meninggal dunia dalam warkah tanah. Kematian itu didasarkan atas keterangan surat kematian dari Kades Silebu.
Sindikat itu mencatat seseorang bernama Lamri sebagai ahli waris palsu. Sainan berperan sebagai Lamri. Berbekal surat-surat tersebut diterbitkan SPH oleh Camat Kragilan Ajuntono selaku pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Saepudin dengan empat tersangka yang lain sudah dijebloskan ke penjara. Kelimanya disangka melanggar Pasal 263 Jo 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Dokumen Akta Otentik. “Kita masih perlu waktu untuk melengkapi keterangan dari saksi ahli tersebut,” tutur David. (Rifat A/RBG)