PANDEGLANG – Ombak tinggi di perairan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, mengakibatkan kapal rombongan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dua kapal nelayan tenggelam, Kamis (19/7). Akibat kejadian itu, dua orang juru masak meninggal, dua hilang, dan 34 orang selamat.
Informasi yang dihimpun Radar Banten, kapal Orange yang ditumpangi rombongan IPB itu terdiri atas mahasiswa, dosen, dan peneliti asing asal Amerika dan Thailand terbalik pukul 14.10 WIB. Akibat kejadian itu, Rohaemah dan Atyah (juru masak) meninggal dunia. Sementara dua anak buah kapal (ABK), tujuh peneliti asing, dan mahasiswa dari IPB selamat.
Rombongan itu baru saja pulang setelah melakukan penelitian di Pulau Tinjil. Kapal yang ditumpangi peneliti tidak bisa masuk ke dermaga Muara Binuangen karena terhalang ombak besar.
Bangkit Diki Pradana, salah satu korban selamat mengatakan, dia dan rombongan melakukan penelitian tentang primata di Pulau Tinjil. Setelah penelitian selesai, rombongan meninggalkan pulau untuk kembali ke Hotel Berkah, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Ketika kapal akan bersandar di dermaga Muara Binuangen, kapal kesulitan masuk ke dermaga akibat gelombang tinggi.
“Sebelum pulang ke dermaga Muara Binuangen, kami telah menerima informasi bahwa gelombang di laut cukup tinggi. Tapi, rombongan yang telah meneliti populasi monyet tetap memutuskan untuk pulang,” kata Bangkit kepada wartawan, kemarin.
Kapal tersebut tenggelam di dekat dermaga Muara Binuangen. Para mahasiswa, dosen, dan nakhoda kapal berhasil selamat. Namun, dua orang juru masak yang sedang tidur di atas kapal meninggal dunia. “Para korban dibawa tim penyelamat dan masyarakat ke Puskesmas Wanasalam,” terangnya.
Kapolres Lebak AKBP Dani Arianto mengatakan, dua warga yang meninggal dan hilang merupakan warga Kabupaten Lebak. “Dua korban meninggal merupakan warga Lebak. Untuk itu, saya langsung ke sini untuk mengecek kondisi korban dan memastikan pencarian nelayan yang hilang terus dilaksanakan,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, korban tenggelam di perairan Banten Selatan itu tujuh di antaranya merupakan warga negara asing. Mereka ikut rombongan mahasiswa IPB dan UNS untuk melakukan penelitian tentang populasi primata di Pulau Tinjil. Di pulau tersebut, peneliti melakukan kegiatan selama 15 hari dan selanjutnya kembali ke Cikeusik.
“Paspor WNA yang tenggelam juga hilang. Kita akan upayakan paspor mereka ditemukan sehingga para WNA bisa kembali ke negara masing-masing,” jelasnya.
Institut Pertanian Bogor (IPB) memastikan bahwa seluruh mahasiswa, dosen, dan para peneliti asing selamat dalam kecelakaan KM Orange di sekitar perairan Muara Binuangeun, Banten.
Kepala Biro Hukum, Promosi, dan Humas IPB Yatri Indah Kusuma mengatakan, kapal Orange itu mengangkut mahasiswa dan dosen IPB serta peneliti asing. “Mereka mengikuti kegiatan ’28th Field Course, Conservation Biology and Global Health’ di Pulau Tinjil sejak 30 Juni lalu. Terdiri dari mahasiswa lokal dan asing, dosen dan peneliti asing,” jelas Yatri.
Sebelumnya pada pukul 07.30 WIB di perairan Cikeusik, KM Barokah yang ditumpangi enam nelayan dihantam ombak setinggi lima meter lebih hingga terbalik. Nelayan lain yang berada di dekat lokasi melakukan pertolongan dengan menggunakan perahu kincang. Namun, kedua perahu tersebut tenggelam dan mengakibatkan dua orang hilang, sedangkan sepuluh orang lain selamat. Dua orang yang hilang, yakni Andi dan Rudi. Sedangkan sepuluh orang nelayan yang selamat, yaitu Jamin, Ace, Itoh, Bayu, Nurhidin, Amad, Hendi, Midi, Ucum, dan Enang.
Kapolres mengimbau nelayan dan masyarakat di pesisir Banten Selatan untuk berhati-hati dan waspada ketika beraktivitas di laut. Gelombang tinggi di wilayah Banten Selatan akan membahayakan keselamatan para nelayan dan masyarakat.
“Kita minta kepada Bhabinkamtibmas untuk memberikan imbauan agar nelayan dan masyarakat waspada karena gelombang cukup tinggi,” tegasnya.
Camat Wanasalam Cece Saputra menyatakan, korban tenggelam di perairan Cikeusik dibawa ke Puskesmas Wanasalam untuk mendapatkan penanganan medis. Mereka semua telah dipulangkan ke basecamp dan rumahnya masing-masing.
“Dua orang yang meninggal dunia merupakan juru masak, sedangkan nakhoda dan peneliti dari IPB, UNS, dan WNA selamat,” katanya.
Cece mengatakan, dua orang nelayan yang hilang masih dalam proses pencarian. Tim search and rescue (SAR) dibantu masyarakat akan berupaya maksimal untuk menemukan korban. “Semoga, korban yang hilang segera ditemukan,” harapnya.
PULANG TANPA NYAWA
Sementara itu, anak korban meninggal Rohaemah, Nurlela mengatakan, ibunya baru pertama kali menjadi juru masak di basecamp mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Rohaemah diajak oleh tetangganya, Atyah, yang telah terlebih dulu menjadi juru masak di basecamp yang menjadi tempat penelitian. Untuk itu, dia kaget ketika mendengar kapal yang ditumpangi ibunya tenggelam.
“Saya kaget ketika mendengar kabar kapal tenggelam. Karena itu, saya dan keluarga langsung ke pinggir pantai untuk mencari ibu,” ujarnya.
Nurlaela dan keluarganya mengaku syok dengan kejadian tersebut. Dia tidak menyangka, ibunya yang pergi sekira 20 hari lalu pulang ke rumah dalam keadaan tidak bernyawa. “Saya sebenarnya sudah melarang ibu untuk menjadi juru masak di sana. Tapi, ibu tetap pergi dan pulang dalam kondisi meninggal,” tukasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pandeglang Asep Rahmat mengaku, menerjunkan tim penyelamat setelah mendapatkan informasi kecelakaan tersebut. “Iya, langsung kita turunkan tim untuk melakukan pencarian terhadap korban,” katanya.
Kepala Kantor Badan Search and Rescue (Basarnas) Banten Zaenal Arifin menerangkan, seluruh korban selamat sudah berada di basecamp IPB, sedangkan korban meninggal sudah diserahkan ke keluarga. (Mastur-Adib/RBG)