PANDEGLANG – Mantan narapidana teroris berinisial SAS (48) meminta kelompok radikal di Indonesia kembali kepada Pancasila. Pelaku teror bom di Kedubes Australia di Jakarta itu berharap tak ada tindakan yang menganggu situasi keamanan.
“Saya imbau kepada kelompok radikal agar kembali kepada Pancasila dan UUD 1945,” kata SAS ditemui di Desa Dahu, Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, Rabu (17/10).
Dia berharap tidak ada tindakan atau teror terhadap masyarakat atau pemerintah. Sebab, seluruh masyarakat indonesia merupakan saudara.
“Kita benar-benar bersaudara, coba terbukalah, yang kita butuhkan duduk dan bicarakan. Tidak layak rasanya melakukan kekerasan di Indonesia,” ujar SAS.
SAS mengaku terlibat dalam jaringan teroris itu bermula dari pemahamannya mengenai pembelaan terhadap agama dan umat Islam tertindas. Hingga, lelaki yang pernah mengikuti pelatihan militer di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam itu diakui sosoknya sebagai pentolan teroris.
“Saya tidak pernah merekrut, akan tetapi, saya tidak tahu kenapa dan ada apa banyak orang yang suka ikut saya. Ada beberapa orang, ketika saya keluar penjara, mereka melepaskan diri dari induk organisasinya terus ikut saya,” ungkap SAS.
Namun, setelah terus belajar memahami Islam, terjadi pergeseran pemikiran mengenai mewujudkan pembelaan terhadap agama. “Bahwa tidak satu pintu, masih banyak pintu lain dengarkan nasehat-nasihat lain. Saya dulu beranggapan Indonesia ladang jihad, tetapi rasulullah saat di Mekkah, melakukan cara mediasi agar tetap kondusif,” jelas SAS.
Saat ini, SAS mengakui telah menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa. “Bukan hanya sebuah keyakinan, tetapi bagaimana seseorang mengamalkan Pancasila dengan pemahamannya,” ucap SAS.
Soal pelaksanaan pemilu 2019 mendatang, SAS akan mendukung pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu di Indonesia. “Sebagai warga negara saya mendukung. Tahun 2004 ada (panitia pemilu-red),” kata SAS. (Merwanda)