SERANG – Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Tanah Polda Banten menjerat 16 orang sebagai tersangka mafia tanah. Mayoritas tersangka merupakan oknum kepala desa (kades).
Selain oknum kades, ada oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka turut serta memalsukan dokumen kepemilikan lahan. “Yang tersangka ada dari BPN (Badan Pertanahan Nasional-red). Yang paling banyak dari kepala desa karena kades punya catatan atas tanah,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Banten Komisaris Besar (Kombes) Pol Novri Turangga, Rabu (10/7).
Namun, Novri tidak merinci jumlah oknum kades yang terjerat kasus mafia tanah. Novri hanya menyebutkan 16 tersangka itu adalah hasil pengungkapan dari 12 kasus mafia tanah di Banten. “Jumlahnya ada sekitar 12 kasus yang kami tangani. Kasus yang ditangani Polda (Satgas Anti Mafia Tanah-red) merupakan kasus-kasus yang besar. Di Polres-polres juga ada (penanganan kasus mafia tanah-red),” kata Novri.
Pemberantasan mafia tanah itu dimulai sejak Satgas Mafia Tanah Polda Banten dibentuk pada 1 Febuari 2019 lalu. Kasus mafia tanah di Banten cukup banyak. Pelaku mudah mengubah status kepemilikan tanah warga dengan memalsukan dokumen atau surat tanah. “Kasus mafia tanah di Banten kategorinya banyak. Disini (Banten-red) masih sangat gampang sekali memalsukan dokumen surat tanah,” ungkap Novri.
Mafia tanah ini memanfatkan lahan tak terawat atau tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk dijual. Penjualan dilakukan melalui kerjasama dengan oknum pejabat pemerintahan, sehingga bukti kepemilikan legal dapat diterbitkan.
“Disini terlalu banyak toleransi. Hanya menggunakan salah satu saja dari SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang-red), AJB (akta jual beli-red), leter C dan girik sudah dapat diproses. Padahal, untuk menerbitkan sertfikat hak kepemilikan harus lengkap,” beber Novri.
Dia mengaku telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat atas peralihan kepemilikan lahan. Namun, sejak Satgas Anti Mafia Tanah terbentuk, tren kasus kejahatan tanah tersebut mengalami penurunan. “Kita menangani kasus mafia tanah berdasarkan skala prioritas mana yang paling aktif,” tutur Novri.
Sementara, Kasub Tindak Satgas Brantas Mafia Tanah Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sofwan Hermanto mengatakan salah satu kasus yang sedang ditangani adalah lahan seluas sekitar 42 hektare milik warga di Desa Munjul, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang. Lahan tersebut dikuasai oleh seorang berinisial UD yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. “Lahan tersebut merupakan milik warga yang melakukan perjanjian tukar guling dengan pemerintah pusat untuk proyek Bandara Soekarno Hatta,” kata Sofwan.
Dia menjelaskan modus tersangka untuk menguasai lahan tersebut dengan menggunakan surat perjanjian jual beli (SPJB) yang diduga palsu. Sebab, dari 80 SPJB tersebut ada tiga SPJB milik warga yang dibuat pada 2004. Padahal tiga orang tersebut sudah meninggal di tahun 1990, 1995 dan 1997. “Kami juga sudah mengamankan barang bukti akta kematian. Bahkan kami juga sudah cek makam tiga orang tersebut,” kata Sofwan. (Fahmi Sa’i/RBG)