SERANG – Upaya pemerintah untuk menggratiskan biaya kesehatan bagi warga Banten belum semulus yang dibayangkan. Masih banyak warga yang berobat saat sakit menanggung biaya sendiri karena tidak terkover pembiayaan BPJS Kesehatan yang digulirkan pemerintah. Mereka belum didata oleh pemerintah untuk diikutsertakan program BPJS Kesehatan.
Endun, warga Kelurahan Unyur, Kota Serang, salah satunya. Janda berusia 70 tahun itu mengaku, belum pernah menikmati fasilitas BPJS Kesehatan. Saat sakit, ia terpaksa harus keluar biaya sendiri. “Enggak ada BPJS,” katanya saat Radar Banten mendatangi rumahnya, Senin (9/9).
Jompo yang sudah tidak memiliki pekerjaan itu tak pernah mengetahui ada BPJS Kesehatan. Sebab, selama ini tidak pernah mendapatkan sosialisasi atau pemberitahuan dari aparat pemerintah setempat. “Didata ya belum pernah juga,” katanya didampingi Erna, anaknya.
Erna juga bernasib sama dengan ibunya. Ia tidak memiliki kartu BPJS Kesehatan baik yang biayanya ditanggung sendiri ataupun ditanggung pemerintah. Karena itu, jika terserang sakit, ia harus berobat sendiri ke puskesmas terdekat. “Namanya enggak punya (BPJS Kesehatan-red) ya harus berobat sendiri,” katanya.
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan di toko swasta itu mengaku, tidak pernah tahu ada program pemerintah yang menanggung pembayaran BPJS Kesehatan. Sama seperti emaknya, ia berharap bisa menjadi salah satu warga yang bisa dikover BPJS Kesehatan. “Minimal buat ibu dulu. Namanya orangtua kan kita enggak pernah tahu tiba-tiba sakit. Tapi, semoga saja tetap diberi sehat terus,” harapnya.
Warga miskin yang tidak mendapat tanggungan BPJS Kesehatan yang biayanya ditanggung pemerintah juga dialami Syafrudin dan Sartinah. Suami istri yang tinggal di Lingkungan Bangkalol, Kelurahan Pasuluhan, Kecamatan Walantaka, Kota Serang itu setiap sakit harus berobat dengan biaya sendiri.
Belum lama ini, ia harus mengeluarkan biaya hingga Rp500 ribu saat mendapat musibah kecelakaan. “Karena mau sembuh ya terpaksa harus berobat. Ya semua ditanggung biaya sendiri sama anak,” keluhnya.
Pria yang mengaku berusia 60 tahun itu tidak mengikuti kepesertaan BPJS Kesehatan karena tidak tahu informasi pendaftarannya. Lagi pula, ia sering mendapat informasi dari tetangga bahwa pasien BPJS Kesehatan tidak mendapat pelayanan. “Lagian juga banyak pengalaman BPJS susah buat digunakan dan dokter itu leha-leha kalau pakai BPJS,” ucapnya.
Ia juga belum didatangi petugas pemerintah untuk melakukan pendataan untuk masuk warga yang dikover BPJS Kesehatan. “Belum pernah ada pendataan,” kata Syafrudin.
Meski ada kabar pelayanan kurang maksimal bagi peserta BPJS, ia mengaku akan senang hati jika mendapat bantuan dari pemerintah untuk masuk kepesertaan BPJS Kesehatan. “Kalau dibantu pasti mau. Kan selama ini kalau sakit mah harus mengeluarkan biaya sendiri,” cetusnya.
Nasib serupa dialami Rani Yanti, warga Kampung Bojong, Desa Sukadalem, Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang. Ia mengaku belum memiliki kartu BPJS Kesehatan. Hal itu dikarenakan kartu keluarga (KK) miliknya belum terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Serang. “Pas diajuin ke Kantor BPJS, saya enggak diterima karena KK-nya belum terdaftar di Disdukcapil,” kata Rani kepada Radar Banten, kemarin.
Rani mengaku, sudah mendatangi Kantor Disdukcapil Kabupaten Serang untuk mengurus KK. Namun, pihak Disdukcapil beralasan jika mesin server sedang rusak dan belum bisa menginput data. “Sudah dari akhir 2018 saya bikin BPJS enggak bisa karena KK-nya enggak terdaftar,” ungkapnya.
Selama ini, Rani dan suaminya yang hanya bekerja serabutan, membawa anaknya berobat lantaran terkena penyakit radang paru-paru ke rumah sakit atau klinik dengan biaya pribadi. “Belum pernah ngerasain pakai BPJS,” akunya.
Abdul Salam, warga Kecamatan Waringinkurung lainnya yang bekerja sebagai penjual gula aren yang juga belum terdaftar BPJS mengaku, kesulitan saat mendaftar kepesertaan BPJS. “Persyaratannya ruwet (ribet-red),” tukasnya.
Padahal, Salam bercerita, ketika sedang sakit paru-paru, ia sempat mendaftarkan BPJS melalui keponakannya. Berbagai persyaratan sudah dilakukan seperti surat pernyataan diwakilkan, rekening bank, dan surat dari desa. “Persyaratannya bikin pusing, jadi mah enggak,” keluhnya.
Salam sekarang sedang menjalani pengobatan rutin di Puskesmas Waringinkurung. Sebulan sekali ia mengambil obat secara gratis. “Kalau di puskesmas mah obatnya dari pemerintah, jadi gratis,” katanya. (ken-mg06/alt/ira)