SERANG – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang telah mengantongi calon tersangka perkara dugaan penjualan lahan negara di Desa Bojongmenteng, Kecamatan Tanjungteja, Kabupaten Serang. Kini, penyidik tinggal menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara.
“Sebentar lagi kita melakukan gelar perkara, baru kita tetapkan nama-nama tersangkanya. Sudah kita kantongi (calon tersangka-red), lebih dari satu,” kata Kepala Kejari Serang Azhari, Jumat (20/12).
Dikatakan Azhari, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi atas dugaan penjualan lahan negara seluas lebih dari sepuluh hektare tersebut. “Kalau teknis bisa tanya ke Kasi Pidsus, jumlahnya berapa,” ujar Azhari.
Sementara sumber Radar Banten di Kejari Serang menyebutkan penyidik telah merampungkan pemeriksaan saksi. “Saksi sepertinya sudah cukup, sekarang tinggal menunggu hasil audit PKN (penghitungan kerugian negara-red),” kata sumber tersebut.
Untuk menghitung nilai lahan negara yang diduga dijual pada 2018 itu penyidik telah menggandeng appraisal independen. “Mungkin tidak lama lagi (keluar PKN-red), karena kami sudah serahkan hasil appraisal-nya,” katanya.
Sebelumnya, Pjs Kepala Desa Bojongmenteng Kiki Baihaqi mengelak tuduhan adanya tanah negara yang telah dijual. Katanya, tanah tersebut telah menjadi hak masyarakat usai dibagikan melalui program redistribusi tanah pada 1965 dan 1968.
“Jadi hak miliknya sudah menjadi hak masyarakat, bukan tanah negara. Ini terjadi kesalahpahaman maka harus diluruskan,” kata Kiki, Kamis (11/7).
Kiki mengklaim seluruh tanah negara di desanya telah dibagikan seluruhnya pada 1965 dan 1968. Tanah seluas 40,3 hektare itu dibagikan untuk 49 petani. Redistribusi tanah tersebut tertuang dalam surat keputusan (SK) dari Kementerian Agraria (Kinag). “Tapi, entah kenapa tanah tersebut masih dikatakan tanah negara,” kata Kiki.
Isu tanah negara itu diduga sengaja disebarkan agar penerima SK Kinag tidak merasa memiliki tanah tersebut. Situasi itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum pejabat.
“Terbukti tanah-tanah tersebut sekarang di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)-nya atas nama oknum pejabat pada saat itu,” tuding Kiki.
Lalu, pada 1995 terdapat pemerintah menggulirkan program konversi tanah milik negara menjadi milik masyarakat. Tanah negara itu dibagikan kepada 75 petani. (mg05/nda/ira)