SERANG – Eks Direktur Perusahaan Daerah (PD) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Ciomas Tb Boyke F Sandjadirja divonis enam tahun penjara. Boyke dinyatakan bersalah mengorupsi dana kas LKM Ciomas senilai Rp1,864 miliar.
Boyke tidak dihukum sendiri. Mantan Kabag Dana LKM Ciomas Najarudin juga divonis enam tahun bui. Keduanya dianggap terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. “Sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum,” kata Ketua Majelis Hakim Hosianna Mariani Sidabalok di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (27/4).
Selain pidana penjara, keduanya dijatuhi pidana denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Boyke juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp334,620 juta subsider tiga tahun penjara. “Terdakwa dua Najarudin sebesar Rp494 juta (subsider tiga tahun penjara-red),” ujar Hosianna dalam sidang yang dihadiri oleh penuntut umum Kejari Serang M Sulistiawan.
Vonis itu didasarkan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Kedua terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap PD LKM Ciomas. Lalu, merugikan keuangan negara, dan berbelit-belit sebagai alasan yang memberatkan. “Hal-hal meringankan, kedua bersikap sopan selama persidangan, dan belum pernah dihukum,” kata Hosianna.
Diuraikan majelis hakim, perkara korupsi itu bermula pada 2012 lalu. Saat itu, Ojang Yohana menemui Boyke di kantor LKM Ciomas. Ojang mengajak Boyke berbisnis penukaran uang. Setiap uang Rp100 ribu baru, dapat ditukar uang pecahan lama senilai Rp300 ribu. Tetapi, uang itu harus ditukar langsung kepada rekan Ojang bernama Asep Cucu.
Tergiur, Boyke meminta Ojang untuk memfasilitasi pertemuannya dengan Asep Cucu. Tak lama, Boyke dan Asep Cucu bertemu di kediaman Ojang, di Kelurahan Lopang, Kecamatan Serang, Kota Serang.
Nah, Boyke kemudian memerintahkan Kabag Kas LKM Ciomas Achmad Tamami (terpidana 2 tahun) mengambil uang kas LKM Ciomas sebagai modal. Nilainya Rp50 juta.
Uang itu oleh Tamami diserahkan kepada Boyke di rumah Ojang Yohana. Sementara Asep Cucu mengambil tiga bungkus plastik berisi uang penukaran dari dalam mobilnya.
Usai menerima tiga bungkus plastik tersebut, Boyke meninggalkan kediaman Ojang Yohana. Namun, saat diperiksa, Boyke merasa uang dari Ojang Yahana adalah palsu. Boyke lalu menghubungi Asep Cucu untuk meminta pertanggungjawaban.
Asep Cucu merekomendasikan nama Damanhuri alias Haji Endang di Pandeglang untuk menukar uang tersebut.
Beberapa hari kemudian, Boyke menemui Damanhuri. Saat itu, Boyke diarahkan menemui mendiang Suryadi di Bekasi, Jawa Barat.
Usai bertemu Damanhuri, Boyke makin tergiur keuntungan dari bisnis penukaran uang itu. Dia kembali memerintahkan Tamami mengambil uang kas LKM Ciomas. “Uang Rp110 juta diserahkan Ahmad Tamami kepada terdakwa satu (Boyke-red),” kata anggota majelis hakim Novalinda Arianti.
Boyke kemudian menyerahkan uang tersebut kepada mendiang Suryadi.Penyerahan uang itu disertakan kuitansi penerimaan tertanggal 14 April 2012.
Namun, lagi-lagi uang yang telah disetorkan kepada Suryadi tersebut tidak jelas. Suryadi meminta kepada Boyke untuk sabar dan menunggu kabar darinya. Untuk menutupi uang LKM Ciomas, Boyke berinisiatif meminjam uang Rp150 juta dari Bank Saudara. Hasil peminjaman itu, uang senilai Rp120 juta disetorkan ke kas LKM Ciomas, dan Rp10 juta digunakan untuk kepentingan pribadi.
Untuk cicilan di Bank Saudara, Tamami diperintahkan Boyke mengeluarkan uang kas LKM Ciomas Rp232,620 juta. Uang tersebut berdasarkan perhitungan total cicilan perbulan sebanyak 60 kali di Bank Saudara sebesar Rp3,887 juta. “Selain untuk mengangsur pinjaman, terdakwa satu (Boyke-red) juga memerintahkan Achmad Tamami untuk mengeluarkan kas untuk biaya akomodasi dan transportasi,” kata Novalinda.
Total dana untuk akomodasi tersebut sebesar Rp30 juta. Lalu, pada 2016 tanpa sepengatahuan Boyke, Tamami mengeluarkan uang kas LKM Ciomas sebesar Rp617,380 juta. Uang tersebut digunakan Tamami untuk membeli tanah di Kampung Porodot, Desa Parakan, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang.
Pada 2017, keuangan LKM Ciomas diaudit oleh auditor independen KAP Asep Rahmansyah Mansyur dan Suharyono. Hasilnya ditemukan selisih kas Rp1.864.594.659.
Boyke kemudian mengumpulkan pegawainya untuk rapat. Berdasarkan hasil rapat, Tamami membuat pernyataan akan mengembalikan uang kas Rp945 juta dan Najarudin sebesar Rp524 juta. Sisanya, dibebankan kepada pegawai bernama Ratu Bariyah.
Namun, catatan LKM Ciomas berbeda dari hasil audit. Hasil audit menyebutkan ada kekurangan Rp1,864 miliar. “Kami juga pikir-pikir,” kata M Sulistiawan usai pembacaan vonis. (mg05/nda)