SERANG – Bank Banten dalam tiga tahun terakhir gagal mendapat suntikan dana dari Pemprov Banten. Hal itu berdampak pada keterbatasan permodalan Bank Banten untuk mengembangkan usahanya.
Di tengah kondisi kekurangan modal, Bank Banten justru semakin terjepit pada 2020. Terlebih Gubernur Wahidin Halim telah mengeluarkan Keputusan Gubernur terkait pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank bjb.
Kepada wartawan Gubernur Wahidin Halim mengungkapkan, keputusannya memindahkan RKUD dari Bank Banten ke bjb lantaran kondisi Bank Banten tidak cukup baik. Namun keputusan itu bukan tanpa solusi. Sebab Pemprov telah bekerja sama dengan Pemprov Jawa Barat untuk menggabungkan usaha Bank Banten dengan bjb. “Pemprov Banten dari awal berupaya mempertahankan dan menyelamatkan Bank Banten, namun untuk menyehatkan Bank Bahten tidak mudah lantaran butuh suntikan dana APBD hingga Rp3 triliun,” kata Wahidin saat memberikan keterangan pers usai rapat konsultasi dengan DPRD Banten.
Saat ini, lanjut Gubernur yang akrab disapa WH, proses merger dengan bjb masih tahap negosiasi. Pembahasan merger Bank Banten dan bjb ini juga dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pembahasan mencakup manajemen dan komposisi saham masih berjalan,” jelasnya.
Ia menuturkan, sebelum memutuskan untuk menggabungkan usaha Bank Banten dengan bjb, pemprov sebelumnya telah berupaya untuk menguatkan permodalan Bank Banten dengan cara menggaet investor. Saat itu, sudah ada dua investor yaitu BRI dan Bank Mega. Namun sayang, usaha itu pun kandas dan tidak terealisasi.
“Jadi tidak benar kalau pemprov melakukan pembiaran. Kita sudah berupaya, BRI dan Bank Mega sudah melakukan penjajakan kerja sama. Waktu itu kita dengan BRI, kita siap kucurkan modal Rp1 triliun dan BRI sekian. Kita sudah siap tapi BRI yang enggak siap,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut WH, upaya terakhir menyelamatkan Bank Banten dengan bjb dan ini langkah tepat untuk mempertahankan Bank Banten. “Kalau menurut saya ini solusi. Sekarang OJK bisa memaksa kepada bank tertentu untuk memberikan sentuhan permodalan melalui penggabungan usaha,” ungkapnya.
WH mengaku optimis, kebijakan merger tidak akan berdampak terlalu besar pada Banten, meskipun masyarakat akan merasa kehilangan Bank Banten. “Sekarang rencana merger ini masih dievaluasi, ada hitung-hitungannya. Bagaimana kebutuhannya, bagaimana komposisi saham ini masih berproses. Tentunya apa yang menjadi harapan DPRD agar nama Bank Banten tetap dipertahankan dalam proses merger, itu akan kita coba bahas dalam kesepakatan lebih lanjut dengan Pemprov Jabar,” ungkapnya.
Proses merger, tambah WH, OJK memberi kesempatan selama tiga bulan ke depan, sambil manajemen Bank Banten melakukan recovery. Selama hal itu dilakukan, Bank Banten itu masih tetap berjalan untuk menjamin nasabah dan kas daerah.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy menambahkan, merger Bank Banten ke dalam bjb merupakan skema penyehatan Bank Banten. Permasalahan Bank Banten tidak bisa dilihat setengah-setengah. Harus diurut sejak proses akuisisi Bank Pundi menjadi Bank Banten tahun 2016 yang saat itu dirinya bersama WH belum menjabat.
“Kita urut masalahnya apa, kondisi riil seperti apa sampai sekarang. Ini permasalahannya tadi, penyelamatan bank ini harus komprehensif,” jelasnya.
Ketua DPRD Banten Andra Soni mengungkapkan, rapat konsultasi yang dihadiri perwakilan semua fraksi kemarin membahas perkembangan Bank Banten. “Kami telah bertanya dan mendengar penjelasan Gubernur, belum memberikan rekomendasi,” ungkapnya.
Menindaklanjuti penjelasan gubernur, Andra mengaku masih akan mengkaji alasan dan latar belakang terbitnya Surat Keputusan Gubenur nomor 580 tertanggal 21 April tentang penetapan Bank bjb sebagai tempat penyimpanan RKUD Pemprov Banten. “Secepatnya DPRD menyampaikan rekomendasi resmi, terkait rencana pemprov menggabungkan usaha Bank Banten dengan BJB,” tegasnya. (den/alt)