SERANG – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah dibully terkait kebijakan hilirisasi industri. Namun siapa sangka, hilirisasi itu mampu meningkatkan posisi Indonesia masuk dalam sepuluh besar ranking ekspor besi baja.
Didampingi dua stafnya yakni Septian Hario Seto dan M Firman Hidayat, Luhut mengatakan, selama eksternal,” ujar Luhut saat webinar dengan ratusan pemimpin redaksi media cetak, online, dan televisi yang bernaung di bawah Disway National Network, Senin (10/1/2022). Webinar yang dipandu langsung Komisaris Utama WSM Grup Dahlan Iskan itu merupakan rangkaian pre-launching Disway National Network.
Luhut mengatakan, hilirisasi nikel meningkatkan ekspor besi dan baja serta menjadi awal proses diversifikasi ekonomi. Pada tahun 2017 dan 2018 lalu, Indonesia bahkan tidak masuk dalam 20 negara ekspor besi dan baja. Kemudian pada 2019, Indonesia masuk ke ranking 17 dan terus naik di posisi 9 pada 2020 lalu. Sementara pada 2021, Indonesia mampu meroket di posisi keenam.
Kata dia, struktur ekonomi yang lebih kompleks berhubungan erat dengan kinerja pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan pendapatan per kapita. Salah satu ukuran kompleksitas ekonomi suatu negara adalah economic complexity index (ECI). Ranking ECI yang turun sejak tahun 2000 justru meningkat sejak tahun 2010 hilirisasi industri. Dengan perbaikan economic complexity yang baru ada sekarang, Indonesia diperkirakan mampu tumbuh 5,8 persen dalam lima tahun ke depan. “Bahkan bisa 5,8 persen sampai tujuh persen,” ujar Luhut.
Hal itu membuktikan bahwa hilirisasi mengubah struktur ekonomi Indonensia menjadi lebih tidak mengandalkan komoditas mentah. Saat ini, hilirisasi industri juga merupakan sektor yang paling diminati penanam modal asing (PMA) dan membantu membiayai pembangunan, karena perusahaan hilirisasi menunjukkan kinerja yang kuat dan menyumbangkan penerimaan pajak yang besar.
Bahkan, hilirisasi menyebabkan pembangunan Indonesia lebih merata. “Hilirisasi mendorong industrialisasi di kawasan Timur Indonesia dan pemerataan ekonomi Indonesia,” tegasnya. Sebelum adanya hilirisasi, Jawa-Sumatera 75 persen sedangkan Indonesia bagian timur hanya 25 persen. Namun, saat ini sudah berimbang. “Saya kira pemerataan yang diinginkan Pak Jokowi jadi kejadian juga,” tutur Luhut.
Provinsi yang melakukan hilirisasi sumber daya alam mampu tumbuh tinggi di tengah pandemi Covid-19 dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “PDRB per kapita Sulawesi Tengah tumbuh dua kali lipat dalam tujuh tahun,” terang Luhut.
Pada kesempatan itu, Luhut memaparkan rencana ke depan hilirisasi industri Indonesia. Pertama, membangun basis industri bernilai tinggi tambah tinggi untuk mendukung digitalisasi ekonomi yang semakin pesat dan tren green economy. Industri tersebut mencakup semikonduktor/chip dan ekosistemnya, EV, serta software engineering. Kemudian, mengalokasikan sumber energi rendah emisi (green) untuk industri bernilai tambah tinggi. Terakhir, membentuk talent pool yang berkualitas melalui program penjaringan lulusan S1 jurusan Teknik dan sains untuk kemudian diarahkan bekerja pada perusahaan kelas dunia di bidang teknologi.
Tak hanya itu, kawasan industri Kalimantan Utara (Kaltara) akan menjadi motor hilirisasi berikutnya. Ke depan, ada rencana pembangunan green alumunium di kawasan industri Green Kaltara. “Yang akan mengubah struktur ekonomi Indonesia menjadi lebih kompleks lagi dan membantu meningkatkan ekspor dan berkontribusi terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia yang lebih sehat lagi,” tegas Luhut.
Pada waktu lalu, ia mengatakan, mungkin masih banyak yang tak setuju dengan hilirisasi yang dilakukan, tapi sekarang sekarang dapat lihat hasilnya. “Saya (bilang-red) kepada Anthony Blinken (Menteri Luar Negeri Amerika Serikat-red), saya jelaskan juga Anda tak tahu Indonesia itu. Indonesia negara besar,” pungkas pria kelahiran 28 September 1947 ini. (nna)