Lain daripada itu, soal perubahan Marja usai punya gawai ternyata juga membawa perubahan dalam segala perbincangannya.
Dia yang dulu paling santer membicarakan seputar sawah, keluhnya tentang serangan keong kini merambah pada persoalan sosial, ekonomi, politik, teknologi dan kebudayaan.
Bahkan yang paling mencengangkan adalah pembicaraannya soal kebangkitan PKI dan perang dingin antara Cina dan Amerika, juga bahasannya tak jauh soal Ukrania-Rusia, Rusia-Ukraina.
Sungguh tema yang dalam pandangan orang-orang di kampung seperti kami sangat asing dan menyeramkan.
Pada mulanya, apa yang dilontarkan oleh Marja tentang persoalan-persoalan yang runyam itu tidak begitu memuakkan.
Bahkan, pada waktu-waktu tertentu, hobinya tentang topik berita yang dia dapat dari gawainya jadi hiburan bagi kami para sahabatnya.
Kami gembira meski dia hanya mampu mengenyam pendidikan SD, tetapi kini dia menjadi makhluk yang bisa berpikir lebih luas. Namun, lama-kelamaan, aku pun jadi sebal dengan tingkahnya.
Marja yang sekarang lebih banyak membusungkan dada. Selalu berbicara keras di hadapan kami, bahkan tidak segan-segan membentak jika ada di antara kami yang menyela.
Sebagai teman yang prihatin, juga karena pengetahuanku dangkal untuk soal-soal yang pelik, aku lebih banyak diam.