TANGERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kota Tangerang kembali dilanda banjir sejak kemarin. Wilayah langganan banjir meliputi Kecamatan Cibodas, Jatiuwung, dan Periuk.
Banjir di wilayah itu seakan tidak pernah selesai. Meski Pemerintah Kota Tangerang telah banyak melakukan upaya penanganan banjir, namun sampai kini wilayah tersebut tetap banjir.
Menurut aktivis lingkungan hidup Ade Yunus, ada yang salah dari cara berfikir Pemkot Tangerang dalam menangani persoalan banjir.
Menurut Ade, baik Pemkot Tangerang, Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat memilih menjalankan fungsinya masing-masing dalam menangani banjir, sehingga penanganan banjir tidak maksimal dan pada akhirnya banjir tetap terjadi kala hujan tiba.
“Seluruh stakeholders terkait tidak bisa berjalan sendiri-sendiri atau ego sektoral dan saling lempar tanggung jawab. Ini kan yang kerap kita jumpai saat banjir terjadi,” ujar Ade, Senin,14 November 2022.
Menurut Ade, yang dibutuhkan dalam penanganan banjir adalah dengan skema pentahelix, yaitu upaya mengembangkan program dengan melibatkan lintas sektor untuk saling berbagi peran.
“Yang menjadi titik fokus skema pentahelix adalah kolaborasi bersama para pemangku kepentingan, baik itu Pemda setempat, akademisi, dunia usaha, komunitas masyarakat. Semua diberi peran, dikoordinasikan untuk satu tujuan, kemasalahatan,” ucapnya.
Ade mencontohkan penanganan banjir lintas pemerintah. Bahwa, Sungai Cirarab yang sudah dua hari ini meluap, melintasi Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, sehingga dibutuhkan peran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
“Pemprov dan kementerian harus terlibat, karena tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, harus terkoordinasi, membantu Pemda setempat,” jelasnya.
Termasuk, kata Ade, persoalan pendangkalan sungai. Bahwa normalisasi sungai harus dilakukan secara masif dan komprehensif karena tidak bisa dilakukan secara parsial.
“Pemerintah Pusat berperan menormalisasi sungai, Pemprov berperan melakukan penataan, kemudian Pemkot dan Pemkab berperan merawat sungai. Bila terkoordinasi dengan baik, maka dapat berjalan,” jelasnya
Sementara, penanganan banjir juga bisa dilakukan akademisi dengan melakukan kajian dan penelitian. Kemudian dunia usaha harus memiliki kesadaran kewajiban memiliki IPAL, tidak membuang limbah dan terlibat aktif dalam program CSR.
Lalu, komunitas masyarakat dapat melakukan edukasi perubahan perilaku masyarakat secara berkesinambungan, minimal tidak membuang sampah ke Sungai Cirarab.
“Dan yang tak kalah penting adalah peran serta pers dalam menyampaikan informasi edukasi yang membangkitkan harapan dan optimisme bahwa Sungai Cirarab dapat dilakukan recovery dan kembali pulih seperti sedia kala,” ujarnya. (*)
Reporter: Syaiful Adha
Editor: Agus Priwandono