RADARBANTEN.CO.ID – Subandi, perajin sepatu di Rumah Kemasan Pandeglang, pernah bangkrut pada tahun 2017. Kini dia bangkit lagi dan punya omzet puluhan juta rupiah.
Perajin sepatu di Pandeglang ini sempat gulung tikar karena penjualan produknya menurun.
“Namanya usaha pastilah ngalamin bangkrut. Gimana sih bangkrut, untuk cari makan sehari-hari aja sulit ya,” kata Subandi kepada RADARBANTEN.CO.ID, Kamis, 9 Maret 2023.
Pada saat bangkrut itu ia lebih banyak berdoa dan berpikir keras mencari jalan keluar.
Kemudian saat merenung melihat kain batik dan sandal cewek bekas adiknya.
“Terus saya coba buat, batik digulung-gulung ke kertas ditempel dan dilem. Lalu saya tekuk dijadiin sendal. Nah setelah jadi itu saya keluar kamar ngomong ke bapak. Ada baju batik bekas enggak? Terus dikasih dan saya jadiin sepatu cewek,” katanya.
Setelah selesai membuat sepatu cewek dari kain batik bekas dan sepatu bekas punya adik. Lalu dipajang di rumah.
“Karena saat itu saya buka kios di rumah. Pas dipajang itu, ada karyawan bank bjb ngeliat, tertarik dan beli,” katanya.
Kebetulan pegawai bank bjb itu berasal dari Solo. Pada saat itu keluarganya akan ada acara pernikahan.
“Jadi pesan sebanyak 10 pasang. Nah pas ngomong pesan itu, saya sangat senang dan langsung bengong karena memang saat itu kondisinya lagi bangkrut, belum punya modal. Sepatu yang dibuat juga limbah dari kain batik bekas dan sepatu bekas,” katanya.
Setelah selesai salat Magrib, pegawai bank bjb itu datang kembali membawa kue brownies dan minuman Sprite. Begitu masuk langsung tertawa.
“Ketawa karena ia lupa, karena belum kenal tapi sudah pesen sepatu banyak tanpa memberikan DP. Saat itu ia ngasih DP Rp1 juta dan alhamdulilah saya bisa belanja bahan baku ke Jakarta,” katanya.
Setelah menerima uang, Subandi menghubungi temennya seorang kernet bus Murni.
Ia mau minta ikut nebeng ke Jakarta karena uang yang ada cukup buat beli bahan baku.
“Jadi minta bantuan temen pulang pergi ke Jakarta naik bus Murni. Terus saya buat dan jadi. Dari situlah hingga sekarang, alhamdulillah usahanya masih dapat bertahan sekalipun sempat pandemi Covid-19,” katanya.
Subandi mengatakan, selain mendapatkan pesanan dari pegawai bank bjb, ia juga bermitra dengan perajin batik Lebak yaitu Teh Uum atau Umsaroh.
“Setelah memproduksi sepatu etnik dari bahan batik, tanpa sengaja melihat Ibu menghamparkan samak (tikar) dari bahan daun pandan. Terus saya coba tuh buat sandal dan sekarang dikembangkan sampai menjadi sepatu,” katanya.
Pembuatan sepatu etnik dari daun pandan, kata dia, pemasarannya lumayan bagus. Hingga sekarang lebih stabil ketimbang dengan sepatu dari bahan kulit.
“Kalau untuk satu bulan omzet bisa mencapai puluhan juta. Kurang lebih dalam satu bulan menjual 100 pasang sandal maupun sepatu, baik itu etnik dari kain, anyaman daun pandan maupun dari kulit,” katanya.
Subandi mengungkapkan, jumlah karyawannya saat ini sebanyak enam orang. Tiga orang khusus memproduksi sandal dan sepatu. Sedangkan yang lain menjaga gerai di Rumah Kemasan Pandeglang.
“Setiap satu bulan buat gaji karyawan itu kurang lebih Rp10 juta. Alhamdulilah saat ini untuk produksi sepatu dan sandal masih tetap berjalan,” katanya.
Reporter : Purnama Irawan
Editor : Aas Arbi