PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Sebanyak 38 mahasiswa tergabung dalam Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia STKIP Mutiara Banten menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pemberdayaan Mayarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Pandeglang. Aksi puluhan mahasiswa PMII STKIP Mutiara Banten menyikapi atas adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Kades Kalangsari, Kabupaten Pandeglang.
Kades Karangsari berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Bawaslu telah melakukan pelanggaran sesuai Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dia diduga melakukan ancaman berupa voice note akan menghapus penerima bansos yang bersebrangan politik dengannya.
Koordinator aksi unjuk rasa Wahyu Dinata mengatakan, Indonesia merupakan negara yang menganut politik demokrasi.
“Itu sangat jelas dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2). Menegaskan bahwa demokrasi yang merupakan manifestasi kedaulatan rakyat berupa penyerahan kepada rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan politik dalam hidup bernegara,” katanya.
Namun, diungkapkan Wahyu, perihal demokrasi saat ini telah diperkosa oleh kekuasaan atau pejabat publik Kabupaten Pandeglang.
“Maka Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia STKIP Mutiara Banten menindaklanjuti terkait oknum kepala desa yang menggiring masyarakat untuk memilih beberapa calon legislatif,” katanya.
Kemudian adanya narasi yang dilontarkan atau tekanan untuk memihak kepada salah satu calon dan pencabutan bantuan pemerintah terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Bagi yang tidak mengikuti instruksinya.
“Dan sudah jelas bahwa oknum kepala desa mencabut bantuan pemerintah secara paksa tanpa ada Undang-Undang atau regulasi yang berdasar dan rasional. Menanggapi hal itu, kami mengingatkan bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis,” katanya.
Larangan politik gratis, regulasinya diatur dalam pasal 280, 282, dan 490 Undang-Undang NO 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pelanggar bisa dipidana, baik penjara maupun denda.
“Dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak RP 12 juta. Kami mendorong Aparat Penegak Hukum (APH), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DPMPD) Kabupaten Pandeglang dan Bupati Pandeglang harus tegas menyikapi persoalan oknum kepala desa dan harus segera merekomendasikan atas segala sanksi yang berlaku,” katanya.
Kepala DPMPD Kabupaten Pandeglang Bunbun Buntaran menegaskan, setelah menerima rekomendasi dari Bawaslu langsung dipelajari.
“Kita pelajari dan pasti akan kita tindaklanjuti. Tentunya sesuai dengan peraturan,” katanya.
Reporter: Purnama Irawan
Editor: Aditya