SERANG,RADARBANTEN.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang ikut mengkritisi kinerja Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang.
Dinkes Kota Serang dinilai tidak serius dalam menangani angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang terjadi di Kota Serang.
Sebab, selama tahun 2023, angka kematian bayi di Kota Serang tercatat sebanyak 63 kasus. Angka ini mengalami kenaikan dua kali lipat jika dibandingkan pada tahun 2022 yang berjumlah 32 kasus, dan tahun 2021 sebanyak 13 kasus.
Sementara, angka kematian ibu di Kota Serang juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 kasus kematian ibu sebanyak 14 kasus, tahun 2018 sebanyak 19 kasus, dan tahun 2019 sebanyak 21 kasus.
Pada tahun 2020 dan 2021 angka kematian ibu mengalami penurunan, ada 17 kasus kematian ibu.
Namun, pada tahun 2022 terdapat 20 kasus dan tahun 2023 bertambah menjadi 21 kasus.
Anggota Komisi II DPRD Kota Serang, Muhtar Effendi, mengatakan bahwa seharusnya Pemkot Serang, dalam hal ini Dinkes, dapat menangani kasus AKI dan AKB dengan serius.
“Artinya ini menjadi hal yang serius kalau bertambah dua kali lipat, semua pihak harus memaksimalkan perannya terutama Dinas Kesehatan,” ujarnya, Rabu, 24 Januari 2024.
Dijelaskan Muhtar, tenaga kesehatan juga perlu dilakukan pembinaan berkelanjutan untuk menangani bayi dan ibu melahirkan.
“Jangan sampai tenaga kesehatan tidak mengerti dalam menangani ibu melahirkan,” jelasnya.
Hal tersebut dilakukan agar tenaga kesehatan memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan, untuk menekan angka kematian ibu dan bayi kembali bertambah.
“Dinas Kesehatan harus lebih maksimal dalam penanganan yang melahirkan, harus memberikan pembinaan kepada tenaga kesehatan untuk menekan angka kematian ibu dan anak,” katanya.
Pemkot Serang juga diminta untuk gencar dalam mengedukasi dan sosialisasi terhadap masyarakat dalam menjaga pola hidup yang sehat.
“Kesadaran masyarakat harus dioptimalkan, jangan menganggap remeh hal ini, terlebih kepada ibu-ibu muda yang hamil pertama,” tuturnya.
Muhtar menegaskan, Dinas Kesehatan jangan hanya menjalankan program saja. Namun, juga harus ada pemberdayaan terhadap masyarakat untuk lebih optimal dalam menangani kasus AKI dan AKB.
“Harus ada pemberdayaan, jangan sampai program itu selesai, harus ada pemberdayaan masyarakat apalagi anggaran juga ada sudah jelas, itu sangat penting. Jangan sampai kurang optimal karena sudah kita dorong secara maksimal,” ujarnya. (*)
Editor: Agus Priwandono