PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang masih memproses klaim uang ganti rugi (UGR) bagi warga yang terdampak proyek Tol Serang-Panimbang. Meskipun sebagian uang telah dibayarkan kepada penerima, namun masih ada yang sedang dalam proses penyelesaian.
Arlyan, Juru Bicara PN Pandeglang, menjelaskan bahwa sejak 2023 sejumlah perkara terkait pengadaan lahan untuk pembangunan akses jalan Tol Serang-Panimbang telah masuk dalam proses konsinyasi. Proyek tersebut bertujuan menghubungkan KEK Tanjung Lesung dan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
“Dari sejumlah perkara yang telah berjalan, pada tahun 2023 terdapat 18 perkara, di mana 8 di antaranya telah diputus, 6 masih dalam proses, dan 4 masih berlangsung. Kemudian pada tahun 2024 ada tambahan 2 perkara yang telah diselesaikan,” kata Arlyan, Senin 19 Februari 2024.
Menurutnya, selama proses ini berlangsung, tidak ada kendala yang menghambat. Proses konsinyasi berjalan lancar dan Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang tetap memfasilitasi penggantian kerugian bagi pihak yang berhak.
Arlyan menjelaskan, proses konsinyasi atau penitipan ganti kerugian diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan tersebut telah mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Salinan Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
“Jadi konsinyasi diatur dalam peraturan yang telah mengalami perubahan seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya. Dalam peraturan tersebut dijelaskan tata cara bagi masyarakat yang memiliki tanah beserta bangunan yang akan digunakan sebagai sarana umum, termasuk dalam pembebasan lahan untuk proyek jalan Tol Serang-Panimbang yang sedang berlangsung konsinyasinya,” paparnya.
Ia menyampaikan, permohonan ganti rugi atau konsinyasi yang diajukan kepada Pengadilan Negeri Pandeglang tidak sejalan dengan penilaian yang diberikan oleh pihak proyek pembangunan jalan Tol Serang-Panimbang terkait dampak pembangunan jalan tol tersebut.
“Masyarakat merasa nilai ganti ruginya tidak sesuai, maka mereka mengajukan permohonan ke Pengadilan. Tentang jumlah totalnya, kami tidak menilai secara keseluruhan, melainkan hanya dari luasannya. Setiap pemohon memiliki permohonan ganti rugi yang berbeda-beda berdasarkan luas tanah,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa nilai ganti kerugian bervariasi, ada yang sesuai dengan luas tanahnya yakni contohnya seperti 1.916 meter persegi dengan nilai ganti rugi sebesar Rp164.372.574, dan ada yang luas tanahnya lebih kecil, misalnya dua meter persegi dengan nilai ganti rugi sebesar Rp260.000.
“Variasi luas tanahnya sangat beragam, mulai dari 700 meter hingga 2.000 meter. Dalam penilaian ganti rugi, misalnya keberadaan tanaman buah dan pohon juga diperhitungkan,” jelasnya.
Ia melanjutkan, untuk menilai luasan tanah, terdapat tim penilai yang mengukur lahan warga yang terdampak proyek pembangunan Tol Serang-Panimbang.
“Ada dua metode penilaian, jika tanah tersebut sudah bersertifikat maka luasnya tertera dalam sertifikat hak milik, namun jika belum, tim penilai bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional untuk mengukur luas tanahnya,” paparnya.
Nilai kerugian tentu berbeda antara yang memiliki sertifikat hak milik dan yang tidak memiliki. Ada tim penilai yang melakukan penilaian tersebut. “Istilah ganti rugi sebenarnya hanya sebutan, yang sebenarnya adalah ganti untung. Pasti ada nilai tambahnya karena sejarah kepemilikan juga menjadi pertimbangan dalam penentuan nilai ganti kerugian,” sambungnya.
Ia menambahkan, penting untuk diketahui bahwa tim appraisal ini ditunjuk oleh lembaga yang akan membangun proyek jalan tol Serang-Panimbang.
“Jadi, tim appraisal ini yang akan menilai jumlah kerugian yang wajar untuk dibayarkan berdasarkan luas tanah dan bukti kepemilikan yang ada,” pungkasnya.
Editor : Aas Arbi