SERANG,RADARBANTEN.CO.ID-Pembacaan vonis terhadap Kepala Desa (Kades) Nagara, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang Abdul dilakukan penundaan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Penundaan vonis perkara kasus dugaan pemalsuan surat tersebut dikarenakan majelis hakim belum bermusyawarah.
“Agendanya kan putusan, tapi kita belum bermusyawarah (alasan penundaan),” ujar Hakim Anggota, I Gusti Ngurah Putu Rama Wijaya, Kamis siang, 2 Mei 2024.
Gusti mengungkapkan, sidang dilakukan penundaan hingga dua ke depan. Terhadap terdakwa, ia meminta agar kembali menghadiri persidangan karena tidak dilakukan penahanan badan.
“Saudara hadir kembali ya,” ujarnya dalam sidang yang dihadiri JPU, Rani Fitria dan Kuasa Hukum Arfan Hamdani.
Kamis siang, 21 Maret 2024 lalu, terdakwa telah dituntut lima tahun penjara. JPU menilai terdakwa telah terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat-surat tanah sebagaimana Pasal 263 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah di tahan,” kata JPU, Rani Fitria.
Tuntutan lima tahun itu didasarkan pertimbangan hal yang memberatkan dan hal yang meringankan. “Hal yang memberatkan terdakwa adalah meresahkan masyarakat dan sebagai perangkat desa seharusnya mereka mengayomi warga. Hal meringankan terdakwa Sopan dalam persidangan,” katanya.
Dalam surat tuntutan, perkara tersebut berawal pada tahun 2018 lalu. Ketika itu terdakwa memerintahkan anak buahnya Sehkolib, untuk dibuatkan surat pernyataan jual beli sementara.
“Sebelum diaktakan dari Duriah kepada terdakwa dan surat pernyataan jual beli sementara sebelum diaktakan dari terdakwa, kepada saksi Madisa,” katanya.
Terdakwa kemudian memberikan fotokopi KTP dan kartu keluarga milik Duriah, terdakwa dan Madisa kepada anak buahnya itu. Selain itu Abdul juga menyerahkan bukti riwayat tanah atas tanah tersebut yang ditulis tangan serta batas-batas tanah.
“Setelah mendapatkan data-data tersebut Sehkolib membuatkan surat jual beli sementara sebelum diaktakan tersebut setelah itu, surat tersebut saksi Sehkolib serahkan kepada terdakwa,” ungkapnya.
Setelah itu, terdakwa sambung Rani, meminta tandatangan Duriah dan Madisa di surat yang telah dibuat oleh Sehkolib. Barulah kemudian, anak buah Abdul mendatangi Sarja mantan Kades Nagara tahun 2018 untuk meminta tandatangan surat pernyataan jual beli sementara sebelum diaktakan.
“Sehkolib mengatakan kepada Sarja bahwa telah terjadi jual beli antara Madisa dengan terdakwa. Setelah itu Sarja menandatangani surat. Namun tidak diregister di desa karena surat tersebut tidak dibuat oleh pihak desa,” katanya.
Selanjutnya, pada tahun 2020, PT Infiniti Triniti Jaya melakukan pengecekan lokasi tanah yang akan digunakan untuk perumahan di Desa Nagara. Saat berasa di lokasi ada beberapa warga yang mengaku sebagai pemilik tanah. Salah satunya yaitu Madisa.
“Pada bulan April 2023 saat PT Infiniti Triniti Jaya melakukan proses pembangunan dengan menurunkan alat berat, Madisa memasang plang di tanah, kemudian pada Mei 2023 Madisa menunjukan surat pernyataan jual beli sementara sebelum diaktakan dari terdakwa kepada Madisa,” jelasnya.
Atas kejadian itu, sambung Rani, Madisa meminta kepada pihak PT Infiniti Triniti Jaya untuk membayar uang pembelian tanah, dan tidak melakukan pembangunan sebelum ada uang pembelian. Padahal, lokasi tanah yang akan dilakukan pembangunan oleh PT Infiniti Triniti Jaya tersebut, telah dibeli perusahaan.
“Akibat dari surat pernyataan jual beli sementara sebelum diaktakan yang dibuat oleh Sehkolib tersebut, menyebabkan Madisa merasa memiliki hak atas tanah tersebut dan berakibat timbulnya kerugian materil yang dialami oleh PT Infiniti Triniti Jaya sebesar Rp6,2 miliar,” tuturnya.
Reporter: Fahmi
Editor: Agung S Pambudi