LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini sedang melakukan pembangunan dan perluasan Stasiun Rankasbitung. Bangunan lama Stasiun Rangkasbitung yang masuk cagar budaya akan tetap dipertahankan sesuai arahan dan rekomendasi Pemkab Lebak.
Stasiun Rangkasbitung dibangun pada tahun 1901, bangunannya memiliki overkapping atau atap peron serta 22 tiang penyangga, yang umurnya sudah ratusan tahun. Pembangunan Stasiun Rangkasbitung bertujuan untuk perluasan area stasiun, seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna kereta.
Diketahui overkapping atau atap peron Stasiun Rangkasbitung akan di bongkar dan hanya menyisakan enam tiang saja. Keberadaan atap tersebut akan hilang dan akan terlihat untuk terakhir kalinya pada tahun 2024 ini, sebelum dibongkar.
Pemerhati Sejaran, Teguh setiawan menyambut baik pembangunan stasiun kereta api Rangkasbitung ini. Tetapi dirinya menyayangkan perihal pembongkaran dan perubahan atap tiang stasiun yang tadinya 22 kolom penyangga menjadi 6 kolom penyangga.
“Seperti yang diketahui atap dan penyangga stasiun Rangkasbitung merupakan ciri khas peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda, bangunan itu sudah berdiri lama dan kokoh, jika dihilangkan atau dikurangi maka nilai keaslian dan nilai historis dari bangunan tersebut akan hilang,” ungkap Teguh kepada RADARBANTEN.CO.ID, Minggu 16 Juni 2024.
Teguh berpendapat perubahan atau penghilangan atap stasiun hendaknya ditinjau ulang kembali pasalnya bagian bangunan itulah ciri khasnya.
“Jangan hanya pertimbangan pelayanan kapasitas dan pemasukan ekonomi daerah maka bangunan tersebut menjadi hilang, dan jika ini hilang maka generasi muda tak pernah belajar mengenai sejarah Stasiun Rangkasbitung karena bangunannya sudah tidak tampak seperti dulu lagi,” ucapnya.
Menurutnya, bahwa jika pembangunan tersebut tak dapat dibedakan lagi maka hendaknya pemerintah terkait membuat suatu ruangan kecil yang berisi tentang informasi sejarah Stasiun Rangkasbitung, semacam museum kecil di dalam stasiun.
Lebih lanjut, Teguh menyebutkan, museum tersebut bisa digunakan penumpang dalam menunggu kereta tiba sembari mempelajari sejarah dan dokumentasi stasiun foto.
“Jikapun bangunannya tak bisa di elakan lagi harus dirubah hendaknya pemerintah dan fihak KAI membuat museum mini tentang stasiun dimana disitu semua dokumentasi foto dan narasi stasiun ada dari masa ke masa,” tandasnya.
Sementara itu, Chandra Hidayatulloh warga Rangkasbitung, berharapa pemerintah bisa membuat ruang edukasi dan museum mini untuk memberikan gambaran Stasiun Rangkasbitung sebelum di bongkar.
“Bangunannya masuk cagar budaya, semoga pemerintah bisa membuat ruang digital dan museum mini di area Stasiun Rangkasbitung. Tujuannya agar generasi ke generasi bisa tahu sejarah bangunan tersebut,” tuturnya.
Reporter: Nurandi
Editor: Aditya