SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus dugaan pemerasan dan pemaksaan direksi Rumah Sakit (RS) Bethsaida dengan terlapor anggota DPRD Banten, Dede Rohana Putra, naik tahap penyidikan. Perkara tersebut resmi disidik usai penyidik mendapatkan peristiwa pidana dalam kasus tersebut.
Kasubdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Endang Sugiarto mengatakan, pihaknya menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan pada Jumat, 13 September 2024.
“Gelar perkaranya hari Jumat lalu (13 September 2024),” ujar Endang kepada RADARBANTEN.CO.ID, belum lama ini.
Endang mengatakan, perkara tersebut naik tahap penyidikan tidak lepas dari keterangan pihak-pihak terkait yang sudah dilakukan pemeriksaan. Selain itu, terdapat juga alat bukti dan keterangan ahli.
“Kami telah meminta keterangan ahli pidana dan ahli bahasa. Semuanya dari Untirta,” katanya.
Ditanya soal penetapan Dede sebagai tersangka, Endang belum dapat memastikannya. Sebab, dalam proses penyidikan, penetapan tersangka bisa terjadi ataupun sebaliknya. Hal tersebut tergantung dari kecukupan bukti yang ada.
“Kami melakukan proses penyidikan sekarang, proses penyidikan ini dilakukan untuk membuat terang tindak pidananya dan mencari tersangkanya,” ungkapnya.
“Kalau proses penyidikan dianggap kurang bukti bisa saja nanti dihentikan (tidak ada tersangka), saat ini masih berproses dulu (penyidikan),” sambungnya.
Endang menjelaskan, kasus dugaan pemerasan dan pemaksaan tersebut berawal dari adanya pesan WhatsApptsApp yang diterima direksi Bethsaida.
Pesan yang dikirim Dede tersebut berkaitan dengan permintaan Dede untuk mengambil alih pengelolaan parkir di rumah sakit yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan, Desa Harjatani, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang itu.
“Berkaitan dengan parkir,” ungkapnya.
Dede diduga mengancam direksi RS Bethsaida dengan akan mengganggu pembangunan rumah sakit jika pengelolaan parkir tersebut tidak diberikan kepadanya.
Tak hanya itu, politisi muda asal Kota Cilegon tersebut juga mengancam akan menutup RS Bethsaida.
“Ada WA (WhatsApp) ke manajemen RS, kalau enggak dikasih nanti akan diganggu (pengelolaan parkir),” kata Endang.
Adanya pesan WhatsApp tersebut membuat direksi RS Bethsaida melaporkan Dede ke Polda Banten dengan Pasal 368 KUH Pidana tentang Pemerasan dan Pasal 335 KUH Pidana tentang Pemaksaan.
Laporan tersebut dibuat pada awal September 2024 lalu. Dalam laporannya, pelapor menyerahkan bukti pesan WhatsApp dengan terlapor.
“Ada bukti pesan WhatsApp,” kata perwira menengah Polri ini.
Sementara itu, Dede menanggap, laporan dugaan pemerasan yang dibuat oleh direksi RS Bethsaida tidak memenuhi unsur.
“Yang dilaporkan dia (direksi RS Bethsaida) berkaitan dengan pemerasan dan perbuatan tidak menyenangkan. Kalau perbuatan tidak menyenangkan ini sudah dihapus MK (Mahkamah Konstitusi),” ungkapnya, Jumat, 20 September 2024.
“Unsurnya itu pertama melawan hukum, kalau saya minta pengusaha dilibatkan itu bukan melawan hukum tapi perintah hukum, kemudian ada kekerasan. Tidak kekerasan, yang ada itu menutup dengan ketentuan perundang-undangan, karena ada beberapa pelanggaran (RS Bethsaida) tapi tidak saya lakukan (penutupan),” sambungnya.
Unsur terakhir sambung Dede berkaitan barang atau sesuatu yang dikasih. Sampai saat ini diakuinya, tidak ada penerimaan yang diperoleh dari RS Bethsaida.
“Tidak ada yang diserahkan kepada saya sampai saat ini,” ungkapnya.
Dede menegaskan, laporan polisi yang dibuat pihak RS Bethsaida berkaitan dengan pemerasan dan perbuatan tidak menyenangkan. Ia membantah laporan berkaitan dengan delik pemaksaan.
Editor: Agus Priwandono