SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Kasus dugaan pemerasan dan pemaksaan yang dilakukan Dede Rohana Putra dianggap tidak termasuk ke dalam ranah Badan Kehormatan DPRD Banten.
Menurut penyidik, kasus yang menjerat anggota DPRD Banten itu diluar dari tugas pokoknya sebagai anggota legislatif.
“Memang ada dugaan peristiwa pidana, kenapa enggak (diproses pidana-red). Katakanlah yang bersangkutan sedang menjalankan tugas, menyampaikan aspirasi masyarakat, tapi faktanya PT-nya (perusahaan-red) yang dikirim ke rumah sakit, perusahaan dia (Dede Rohana Putra-red), bukan perusahaan orang lain,” kata Kasubdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Endang Sugiarto beberapa waktu yang lalu.
Endang mengaku, dirinya tidak mempersoalkan terkait pendapat Dede Rohana Putra yang menyatakan kasus dugaan pemerasan dan pemaksaan tersebut seharusnya diselesaikan melalui internal DPRD Banten. “Silahkan saja (pendapat Dede Rohana Putra-red), wajar kalau berpendapat seperti itu, tapi kita punya proses sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan, kepolisian menindaklanjuti laporan dari pelapor sebagaimana prosedur yang ada. Selain itu, pihaknya juga telah mempelajari UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
“Ini dilakukan penyelidikan yang panjang, yang kami pahami UU MD3 itu anggota DPRD tidak mesti izin Kementerian Dalam Negeri (dalam menindaklanjuti laporan polisi-red) itu yang pertama. Yang kedua, setahu saya yang masuk ranah itu (UU MD3-red) apabila dalam proses rapat atau paripurna, ini kan bukan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Dede Rohana Putra menganggap laporan direksi RS Bethsaida berkaitan dengan kapasitasnya sebagai wakil rakyat.
Bila dirangkum, kata dia, ada dua persoalan pokok yang dilaporkan oleh RS Bethsaida Serang ke Polda Banten. Pertama, abuse of power atau penyalahgunaan wewenang anggota DPRD Banten, dan kedua, terkait pemerasan.
Berdasarkan laporan RS Bethsaida Serang ini, kata Dede, berkaitan dengan tugasnya sebagai wakil rakyat. Dia dianggap abuse of power. Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tuduhan itu harusnya dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD Banten.
“Saya pelajari lebih detail dan lebih dalam, ini yang diperkarakan terkait kinerja saya sebagai anggota DPRD. Harusnya tidak dipolisikan, tidak dituntut di pengadilan,” katanya.
Selain itu, menurut politisi muda ini, dia memiliki hak imunitas saat melaksanakan fungsinya sebagai anggota DPRD Banten. “Saya punya imunitas (berdasarkan UU MD3-red), saya dilindungi ketika memperjuangkan aspirasi masyarakat,” katanya.
Sementara tuduhan pemerasan, Dede Rohana Putra membantahnya. Dia ia tidak pernah memaksa dengan kekerasan terhadap pihak RS Bethsaida. “Kita enggak memaksa dengan kekerasan, kita hanya mendorong, merekomendasikan,” ujarnya.
Rekomendasi ini ditegaskannya terkait permintaan agar pengusaha lokal dan masyarakat sekitar mendapat manfaat dari keberadaan RS Bethsaida Serang. “Kita enggak memaksa dengan kekerasan, kita hanya mendorong, merekomendasikan,” tegasnya.
Ia membantah meminta uang kepada pihak RS Bethsaida Serang. Ia khawatir ada pihak lain yang meminta uang dengan mengatasnamakan Komisi V DPRD Banten. “Saya khawatir ada yang minta duit, saya enggak minta, saya juga tanya staf juga tidak ada yang minta duit,” ungkapnya.
Dede mengaku telah beberapa kali berkomunikasi dengan pihak RS Bethsaida Serang. Komunikasi itu dimulai pada 2022 hingga 2024 ini. “Kita melakukan pengawasan, kita ingin pembangunan rumah sakit itu berjalan lancar, perizinannya lancar,” tuturnya.
Editor: Mastur Huda