PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Seorang warga Kampung Kubangkondang, Sukma Wijaya (32), mengaku terkejut setelah mengetahui sertifikat tanah miliknya yang didapat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) diduga digadaikan oleh mantan Kepala Desa Kubangkondang. Sukma menyatakan dirinya tidak pernah diberi tahu atau memberikan persetujuan terkait penggadaian tersebut.
Sertifikat itu diduga digadaikan kepada rentenir tanpa sepengetahuannya, membuat Sukma terjebak dalam masalah yang tak pernah ia bayangkan
“Saya kaget karena tidak pernah merasa memiliki utang, apalagi sebesar Rp225 juta. Saya mendapatkan sertifikat melalui program PTSL pada tahun 2018-2020, dan baru tahu sekarang kalau sertifikat itu digadaikan,” ungkap Sukma, Selasa 14 Oktober 2024.
Sukma menjelaskan dirinya sudah beberapa kali berusaha meminta penjelasan dari mantan Kepala Desa Kubangkondang terkait masalah ini, namun hingga kini belum ada kejelasan.
“Mantan kades bilang ke rentenir kalau saya punya utang sebesar Rp 20 juta. Karena dianggap tidak mampu melunasinya, sertifikat tanah saya kemudian digadaikan kepada rentenir,” katanya.
“Saya tidak pernah merasa berutang, dan tidak pernah menyetujui penggadaian sertifikat tanah saya,” sambungnya.
Lanjutnya, sertifikat tanahnya ternyata telah digadaikan dua kali di tempat berbeda, berdasarkan informasi dari Sekretaris Desa Kubangkondang.
“Menurut Sekdes, sertifikat saya sudah dua kali digadaikan, pertama di Kubangkondang dan yang kedua di Panimbang,” jelasnya.
Sukma berharap mantan kepala desa segera bertanggung jawab dan mengembalikan sertifikat tanah miliknya.
“Saya hanya ingin sertifikat saya kembali. Sampai sekarang saya bahkan belum pernah memegangnya sejak program PTSL selesai,” harapnya.
Menanggapi persoalan ini, Sekretaris Desa Kubangkondang, Aris Munandar membenarkan bahwa ada sertifikat tanah milik warga yang digadaikan oleh mantan kepala desa.
“Ya memang benar, ada rentenir yang datang ke kantor desa, dan dari situ terungkap bahwa sertifikat tersebut digadaikan oleh mantan kades,” kata Aris.
Meski demikian, Aris menegaskan bahwa dirinya serta perangkat desa lainnya tidak terlibat dalam proses penggadaian tersebut. Ia menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 2015, sebelum ia menjabat sebagai Sekretaris Desa.
“Saya tidak tahu menahu soal penggadaian itu karena kejadian tersebut terjadi sebelum saya mulai bekerja di desa,” pungkasnya.
Reporter: Moch Madani Prasetia
Editor: Bayu Mulyana