SERANG – 30 ribu buruh di Provinsi Banten yang tergabung dari berbagai lembaga seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) kompak secara bersamaan akan melakukan aksi besar-besaran pada besok, Kamis (17/11) di KP3B.
Ketua DPD SPN Provinsi Banten, Ahmad Saukoni mengatakan, Aksi tersebut dilakukan wujud penolakan buruh pada PP 78 mengenai pengupahan yang dinilai buruh tidak sesuai dengan harapan.
“Oleh karenanya sebagai bentuk penolakan dari buruh, kami akan melakukan aksi secara besar-besaran. Hal ini dilakukan karena PP 78 telah membuat Provinsi Banten menjadi darurat upah minim, sedangkan harga-harga kebutuhan ekonomi terus melambung tinggi,” ujarnya, Rabu (16/11).
Saukoni melanjutkan, PP 78 tersebut harus dapat disesuaikan dengan keinginan buruh.”Bukan kami ingin berpihak secara miring, tapi kepihakan kepada buruh ini tidak terlihat sama sekali. Makanya kami mengingatkan di Banten ini yang menganggur banyak, sedangkan upah buruh saja belum sejahtera. Ditambah lagi keluar PP 78 membuat kami jadi tidak puas dan merasa keputusan ini tak adil,” jelasnya.
Wakil Ketua KSPSI DPD Provinsi Banten, Suryadi menambahkan, rekomendasi yang sudah disampaikan UMK dari tiap Kabupaten dan Kota se Provinsi Banten segera dikeluarkan SKnya. Karena Upah minimum sektoral dari tiap Kabupaten Kota tetap memakai UU 13 Tahun 2003.
“Makanya kami berharap PLT Gubernur bisa manangkap aspirasi kami, bahkan dapat mengeluarkan pernyataan yang membuat kami menjadi senang. Tapi apabila tak sesuai, kami akan terus melakukan aksi dan bertahan di kantor Pemprov Banten sampai PLT mengeluarkan SK penetapkan upah minimum yang sesuai dengan rekomendasi oleh Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten,” ucapnya.
Seperti diketahui, masih dikatakan Suryadi, rekomendasi penetapan Upah minum tiap Kabupaten Kota sesuai dengan acuan UU NO 13 tahun 2003. Kota Cilegon telah menetapan upah 20 persen, Kota Serang 17 persen, Kabupaten Serang 17 persen. Kabupaten Tanggerang 16 persen, Kota Tanggerang 11 persen dan Kota Tanggerang Selatan 11 persen. (Adef)