SERANG – Sekira 60 persen lebih guru berstatus tenaga honorer kategori dua (K-2) di Banten berusia di atas 35 tahun. Mereka tak bisa mengikuti seleksi ASN yang sedang dibuka oleh pemerintah pada tahun ini. Berdasarkan data Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Banten, jumlah guru honorer K-2 se-Banten mencapai 17 ribu.
Ketua PGRI Banten Aep Junaedi mengatakan, nasib 60 persen guru K-2 harus diperhatikan. “Kami akan merekomendasikan agar mereka diangkat menjadi P3K (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja-red),” ujar Aep usai konferensi kerja IV PGRI Provinsi Banten di salah satu hotel, Rabu (10/10).
Kata dia, guru K-2 yang berusia di atas 35 tahun itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di Banten. Mereka juga selama ini mengabdi dengan mengajar di TK, SD, SMP, SMA, SMK, Mts, dan MA. Selain itu, ada juga yang menjadi non-fungsional seperti pegawai tata usaha di sekolah. “Pengabdian mereka selama ini harus dihargai,” tuturnya. Selain itu, tes untuk mereka juga harusnya dibedakan dengan peserta yang usianya 35 tahun ke bawah.
Aep mengaku, para guru K-2 di Banten juga tidak akan ikut demo dan mogok kerja. Pihaknya juga sudah menyerap aspirasi dari para guru K-2 dan akan menyampaikannya kepada Pemprov Banten dan pemerintah pusat.
Ketua Panitia Konferensi Kerja IV PGRI Banten Tb Suherman mengatakan, konferensi kerja ini membahas tentang tiga materi yakni laporan kegiatan selama 2018, menyusun program untuk 2019, dan membuat pernyataan serta rekomendasi terhadap isu-isu aktual yang berkembang saat ini. Selain guru K-2, isu lain yakni mengenai kewajiban mengikuti lembaga pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah (LPPKS). “Ada pertanyaan dari anggota soal kewajiban mengikuti LPPKS,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, PGRI pusat menyatakan bahwa LPPKS tidak wajib. Bahkan sudah ada surat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kalaupun ada maka dibiayai pemerintah pusat dan daerah bukan biaya pribadi. (Rostinah/RBG)